SHARING KEUANGAN SYARIAH

Sunday, December 2, 2018

PERMASALAHAN KREDIT BANK KONVENSIONAL DAN PEMBIAYAAN BANK SYARIAH-Group Task and Discussion





1.     




 Image result for Image Kredit bank konvensional dan pembiayaan bank syariah


 PERMASALAHAN KREDIT BANK KONVENSIONAL DAN PEMBIAYAAN BANK SYARIAH

    Banyak orang beranggapan bahwa permasalahan kredit atau pembiayaan hanya merupakan masalah pada lembaga perbankan. Namun dibalik itu ternyata bank sangat memperhatikan kondisi ekonomi dalam meyalurkan kredit atau pembiayaan. Pertanyaannya: apa yang membedakan bank konvensional dan bank syariah dalam menganalisa kondisi ekonomi?

     Peranan sektor perbankan sudah tidak dapat diragukan lagi bahwa memang sangat diperlukan untuk membangkitkan kembali kegiatan perekonomian. Peranan tersebut akan sangat ditentukan oleh strategi pembangunan yang ditetapkan oleh Pemerintah.


   Kehadiran bank syariah di tengah-tengah perbankan konvensional dilakukan untuk mengantisipasi tantangan sistem keuangan yang semakin maju dan kompleks serta untuk mempersiapkan infrastruktur memasuki era globalisasi. Jadi, adopsi perbankan syariah tidak hanya untuk menawarkan sistem perbankan alternatif bagi umat Islam di Indonesia yang membutuhkan atau ingin memperoleh layanan jasa perbankan tanpa harus melanggar riba,namun lebih kepada adanya faktor keunggulan atau manfaat lebih dari perbankan syariah dalam menjembatani ekonomi. Pada prinsipnya, bank menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannnya kepada masyarakat, dengan misi meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

   Menurut teori dampak langsung ketika suku bunga perbankan diturunkan adalah meningkatnya keinginan masyarakat untuk meminjam dana dari sektor perbankan. Untuk  kalangan pengusaha ini merupakan kabar baik karena biaya untuk meminjam dana (cost of fund) menjadi lebih murah. Buat perbankan hal ini dapat menjadi peluang untuk menyalurkan dana yang selama ini mengendap di lemari besi sehingga mendatangkan keuntungan. 

     Teori di atas didasarkan pada asumsi ceteris paribus atau faktor-faktor lain selain suku bunga dianggap tetap. Dalam kondisi perlambatan ekonomi, asumsi ini kurang tepat karena banyak hal lain yang bisa menentukan keinginan seseorang untuk meminjam dana seperti misalnya prospek perekonomian ke depan. Data menunjukkan variabel pertumbuhan PDB riil dan variabel pertumbuhan kredit riil di Indonesia memiliki pola pergerakan yang searah atau pro-cyclical. Kredit riil di sini didefinisikan sebagai jumlah kredit riil yang disalurkan untuk keperluan konsumsi, investasi, dan modal kerja. Pada gambar berikut terlihat ketika pada akhir tahun 2004 siklus pertumbuhan PDB riil mencapai puncak, variabel pertumbuhan kredit riil juga tengah mengalami boom namun baru di kuartal III-2005 mencapai puncak.

 Analisis Pembiayaan Pada Perbankan di Indonesia
(Konvensional dan Syariah)

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam analisis pembiayaan di bank syariah adalah sebagai berikut:

Pendekatan analisis pembiayaan Ada beberapa pendekatan analisa pembiayaan yang dapat diterapkan oleh para pengelola bank syariah dalam kaitannya dengan pembiayaan yang akan dilakukan, yaitu:
1.    Pendekatan jaminan, artinya bank dalam memberikan pembiayaan selalu memperhatikan kuantitas dan kualitas jaminan yang dimiliki oleh peminjam.
2.    Pendekatan karakter, artinya bank mencermati secara sungguh-sungguh terkait dengan karakter nasabah.
3.    Pendapatan kemampuan kepuasan, artinya bank menganalisis kemampuan nasabah untuk melunasi jumlah pembiayaan yang telah diambil.
4.    Pendekatan dengan studi kelayakan, artinya bank memperhatikan kelayakan usaha yang dijalanankan oleh nasabah peminjam.
5.    Pendekatan fungsi-fungsi bank, artinya bank memperhatikan fungsinya sebagai lembaga intermediary keuangan, yaitu mengatur mekanisme dana yang dikumpulkan dengan dana yang disalurkan.       

Prinsip Analisis Pembiayaan
Prinsip analisis pembiayaan didasarkan pada rumus 5C yaitu:
1.    Character artinya sifat atau karakter nasabah pengambil pinjaman.
2.    Capacity artinya kemampuan nasabah untuk menjalankan usaha dan mengambalikan pinjaman yang diambil.
3.    Capital artinya besarnya modal yang diperlukan peminjam.
4.    Colateral artinya jaminan yang telah dimiliki yang diberikan peminjam kepada bank.
5.    Condition artinya keadaan usaha atau nasabah prospek atau tidak.
Prinsip 5C tersebut terkadang ditambahkan dengan 1C, yaitu Constraint artinya hambatan-hambatan yang mungkin mengganggu proses usaha.

Tujuan Analisis Pembiayaan
Analisis pembiayaan  memiliki dua tujuan, yaitu : tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum analisis pembiayaan adalah : pemenuhan jasa pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat dalam rangka mendorong dan melancarkan perdagangan, produksi, jasa-jasa, bahkan konsumsi yang kesemuanya ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Sedangkan tujuan khusus analisis pembiayaan adalah :
1.    Untuk menilai kelayakan usaha calon peminjam
2.    Untuk menekan risiko akibat tidak terbayarnya  pembiayaan
3.    Untuk menghitung kebutuhan pembiayaan yang layak

Prosedur Analisis Pembiayaan
Aspek-aspek penting dalam analisis pembiayaan yang perlu dipahami oleh pengelola bank syari’ah :
1.    Berkas dan pencatatan
2.    Data pokok dan analisis pendahuluan
a.    Realisasi pembelian, produksi dan penjualan
b.    Rencana pembelian, produksi  dan penjualan
c.    Jaminan
d.   Laporan keuangan
e.    Data kualitatif dari calon debitur
3.    Penelitian data
4.    Penelitian atas realisasi usaha
5.    Penelitian atas rencana usaha
6.    Penelitian dan penilaian barang jaminan
7.    Laporan keuangan dan penelitiannya

Keputusan  Permohonan Pembiayaan
1.    Bahan pertimbangan pengambilan keputusan
2.    Wewenang pengambilan keputusan

Aspek yang Dianalisis
Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan oleh pejabat bank dalam melakukan analisis pembiayaan, diantaranya adalah :
1.       Aspek yuridis
2.       Calon debitur cakap hukum
3.       Usahanya tidak liar
4.       Aspek pemasaran
5.       Sikus hidup produk
6.       Produk subtitusi
7.       Perusahaan pesaing
8.       Tingkat kemampuan daya beli masyarakat
9.       Program promosi
10.   Daerah pemasarannya
11.   Faktor musim
12.   Manajemen pemasaran
13.   Kontrak penjualan
14.   Aspek teknis
15.   Lokasi usaha
16.   Fasilitas gedung bangunan usaha
17.   Mesin-mesin yang dipakai
18.   Proses produksi
19.   Aspek keuangan
20.   Kemapuan memperoleh untung
21.   Sisa-sisa pinjaman dengan pihak lain
22.   Beban rutin diluar kegiatan usaha
23.   Arus kas (cash flow)
24.   Aspek jaminan
25.   Syarat-syarat  jaminan
26.   Syarat ekonomis
27.   Syarat yuridis

Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif terkait dengan data-data nonkeuangan nasabah. Metode yang digunakan  pada umumnya adalah dengan membandingkan informasi yang ada dengan standar industri, sehingga resiko yang ada dapat dipahami. Selanjutnya, Bank dapat mengantisipasi terhadap resiko yang akan timbul. Ruang lingkup yang dianalisis dibahas dalam pembahasan berikut ini.

Aspek Manajemen
Kemampuan nasabah dalam rangka mengelola usahanya dapat dilihat dari riwayat dan pengalaman nasabah. Faktor usia, bahkan kondisi keluarga seringkali menjadi faktor yang sangat penting untuk diketahui, terlebih untuk mikro dan kecil. Pada kondisi seperti ini, pembiayaan yang akan diberikan oleh bank harus dilakukan memiliki pengalaman yang tepat dan disertai pembelajaran kepada nasabah untuk memperbesar kegiatan usahanya dimasa mendatang. Aspek manajemen dalam hal ini adalah sesuatu yang melekat kepada pengelolanya. Adapun ruang lingkup yang ditelaah adalah menyangkut rekam jejak (track record) atau pengalaman individu dan sistem manajemen dalam usaha yang dikelola saat ini.

Aspek Usaha
·      Produksi atau Pengadaan Barang
Dalam dunia industri, aspek produksi ini meliputi proses pengadaan bahan baku, proses menjadi barang setengah jadi sampai menjadi barang jadi, dan proses penyimpanan stok persediaan. Pengadaan barang dagangan dan penyimpanannya adalah hal yang biasa ditemui pada usaha perdagangan. Data yang dianalisis adalah sebagai berikut.
1.    Pemasok (supplier)
a.    Siapakan pemasok pertama bahan baku ?
b.    Berapakah jumlah pemasok atau pemasok adalah pemasok tunggal ?
c.   Jika pemasok pertama keluar maka apakah ada pemasok lain yang dapat memberikan bahan baku yang diperlukan ?
d.   Sanggupkah pemasok mengirimkan bahan baku ?
e.    Kejadian-kejadin apa saja yang dapat menggagalkan pengiriman bahan baku ?
2.    Harga bahan baku
a.    Apakah faktor-faktor mempengaruhi harga bahan baku ?
b.    Bagaimana situasi harga di masa mendatanag ?
c.    Apakah ada bahan baku pengganti yang dapat diterima ?
d. Apakah ada pengaruh bahan baku pengganti terhadap biaya produksi, kualitas produksi, dan permintaan produk akhir ?
3.    Kontinuitas pasokan bahan baku
a.   Adakah kejadian-kejadian potensial yang dapat menggagalkan pemasok mendapatkan bahan baku ? sebagai contoh, pemogok buruh, terputusnya transportasi, peraturan dan kebijakan lingkungan, serta kejadian politik dalam negeri atau luar negeri.
b. Adakah risiko-risiko mudah rusaknya bahan baku sebelum dikirim kepada      perusahaan untuk proses produksi ?
4.    Hubungan dengan buruh
a.   Apabila perusahaan bercirikan labor intensive, apakah risiko yang terjadi jika buruh yang diperlukan tidak tersedia ?
b.    Apakah ada kemungkinan terjadi pemogokan ?
c.   Apakah ada buruh dengan status kontrak yang akan jatuh tempo dalam waktu dekat ?
d.   Bagaimana pengalaman perusahaan berkaitan dengan masalah buruh ?
e.    Bagaimana pengalaman perusahaan kompetitor dalam menangani buruh ?
5.    Kualitas pabrik dan mesin
a.    Bagaimana kondisi umum pabrik dan mesin-mesin ?
b.    Apakah sudah modern atau usang ?
c. Apakah perusahaan selalu memelihara pabrik dengan teknologi modern atau  perusahaan kempetitor telah mempunyai mesin berteknoligi modern ?
d.   Apakah jenis dan jumlah energi yang diperluakan ?
e.    Apakah ada kemungkinan mengalami kekurangan energi atau harga energi naik ?
f.     Apakah ada kemungkinan perusahaan ditutup berkaitan dengan kegagalan memenuhi aturan lingkungan ?
6.      Produk perusahaan
a.    Apakah produk perusahaan ?
b.    Apakah barang mewah atau kebutuhan primer ?
c.    Apakah ada pengaruh risiko mode (fashion) ?
d.   Apakah produk telah mengikuti tren teknologi ?
e.   Berkaitan dengan permintaan nasabah, apakah jumlah produk akan menurun di masa mendatang ?
f.     Apakah ada perusahaan lain yang akan mengganti produknya ?
g.    Apakah produk ini termasuk warabala (franchise) atau izin khusus ?
h.    Bagaimana promosi produk ?
i.     Bagaimanakah situasi ekonomi yang berpengaruh pada permintaan produk 
     perusahaan ?

·      Pemasaran
1.    Apakah ada perusahaan yang memiliki keunggulan tertentu atau sebaliknya ?
2.  Apakah penjulan melalui sistem distributor atau melalui penjualan borongan/grosir (wholesale) independen ?
3.  Apakah peraturan pemerintah berpengaruh pada kemampuan perusahaan untuk      menjual produknya ?
4.    Siapakah pembeli produk perusahaan ? Apakah pembeli langsung atau distributor ?         Dimanakah lokasi pembeli secara geografis ? Apakah ada kejadian potensial yang dapat berpengaruh pada kemampuan perusahaan dalam menjual produk ? Apakah penjualan dilakukan secara tunai atau tempo ?
5.  Siapakah kompetitor utama ? Bisakah kompetitor menggantikan perusahaan dalam    pasar ? Berapakah pangsa pasar (market share) perusahaan terhadap kompetitor dalam industri sejenis ?

Aspek Syariah dan Legalitas

     Kelengkapan legalitas pribadi dan legalitas usaha nasabah harus diteliti dengan seksama. Selain itu, keabsahannya juga perlu diperhatikan dalam hal ini, dikeluarkan oleh pihak yang berwewenang. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut.
1.    Peneliitian dokumen legal.
2.    Usaha tidak melanggar syariah.
3.    Kesesuaian kebutuhan dan perencanaan.
4.    Pembiayaan dan akadnya sesuai syariat.
5.    Kewenangan para pihak.
6.    Penilaian jaminan.
7.    Pengikatan dan jaminan.

Analisis Kuantitatif
Analisis Horizontal (Tren)
1.    Untuk membandingkan kinerja usaha nasabah pada periode tertentu, sesuai kebutuhan analisis.
2.    Rasio dan pos-pos penting laporan posisi keuangan-laba rugi yang dibandingkan disesuaikan dengan kebutuhan analisis, terutama untuk mengetahui rasio pertumbuhan.

Analisis Vertikal (Rasio)
Membandingkan di antara pos penting dalam laporan keuangan dalam satu periode tertentu. Pos pada laporan posisi keuangan adalah rasio likuiditas dan laverage (solvabilitas), sedangkan pada laba rugi adalah rasio rentabilitas dan efisiensi.
1.    Rasio likuiditas : Kemampuan penyediaan kas guna menutupi kewajiban dalam jangka pendek.
a.    Quick Ratio = (Kas + Bank) ÷ Utang Lancar
b.    Current Ratio = Aset Lancar ÷ Utang Lancar
2.    Laverage ratio : kemampuan nasabah untuk membayar seluruh kewajibannya dari modal atau aset yang dimiliki.
DER (Debt to Equity Ratio) = (Utang Lancar + Utang Jangka Panjang) ÷ Modal
3.    Rentabilitas : Mengukur kemampuan menghasilkan laba dan efisiensi usaha
a.    PM (Profit Margin) = Laba Bersih ÷ Pendapatan
b.    BOPO = Biaya Operasional ÷ Pendapatan Operasional

Analisis Arus Kas
Arus kas (cash flow) berupa pemasukan dan pengeluaran kas secara riil, sehingga dapat diketahui surplus atau defisitnya, serta sumber-sumber kas yang ada. Analisis arus kas sangat diperlukan dalam pembiayaan dengan pola bagi hasil. Pendekatan yang digunakan adalah dengan memilah ke dalam pos-pos tertentu, seperti pos operasional atau non-operasional, dan pos-pos lainnya.

Analisis Kebutuhan Pembiayaan
·      Pembiayaan konsumtif
a.    Kegunaan : Pembelian barang atau kebutuhan nasabah yang tidak terkait dengan usaha.
b.    Pendekatan : Cek rasio pendapatan dibandingkan dengan jumlah angsuran perbulan, di mana maksimum adalah sebesar 40%. Cek utang lain yang mungkin ada. Selain itu, cek dokumen dan keabsahan barang yang dibeli.
·      Modal kerja
a.    Keguanaan : Untuk pembelian bahan baku atau jadi, serta untuk biaya produksi atau penjaualan.
b.    Pendekatan : Dengan cara mengetahui kapasitas maksimum perputaran usaha. Perputaran Modal Kerja (WCTO) = Perputaran Piutang (RTO) + Perputaran Persediaan (ITO). Kebutuhan MK + WCTO × HPP × Proyeksi Penjualan.
·      Pembiayaan investasi
a.    Kegunaan : Pembelian mesin produksi, gedung, dan sarana lain.
b.    Pendekatan : Cek harga atau kebutuhan dana riil, cek kemanfaatan, cek kemampuan keuangan, serta cek keabsahan dokumen.

Kesimpulan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam analisis pembiayaan di bank syariah adalah sebagai berikut:
Pendekatan analisis pembiayaan
1.    Pendekatan jaminan
2.    Pendekatan karakter
3.    Pendapatan kemampuan kepuasan
4.    Pendekatan dengan studi kelayakan
5.    Pendekatan fungsi-fungsi bank
                                                     
Prinsip Analisis Pembiayaan
Prinsip analisis pembiayaan didasarkan pada rumus 5C (CharacterCapacityCapital, ColateralCondition). ditambahkan dengan 1C yaitu Constraint.


1.     Skema dan akad  Bank dan Perusahaan Pembiayaan 



Lembaga pembiayaan (financing institution) di Indonesia mulai berkembang dengan dikeluarkannya Paket Deregulasi 27 Oktober 1988 (Pakto 88) dan Paket Deregulasi 20 Desember (Pakdes 88). Eksistensi Lembaga pembiayaan di Indonesia diatur berdasarkan Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan yang disempurnakan dengan Peraturan Presiden RI No. 9 Tahun 2009 dan Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Berdasarkan Pasal 1 butir (1) Peraturan Presiden No 9 tahun 2009 yang dimaksud dengan lembaga pembiayaan adalah ‘badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal’.

Definisi di atas menggambarkan bahwa lembaga pembiayaan merupakan lembaga keuangan non-bank yang kegiatan usahanya lebih menekankan pada sektor pembiayaan, yaitu dalam bentuk penyediaan dana dan barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat. Dengan kata lain perusahaan pembiayaan dilarang menarik dana masyarakat secara langsung, seperti yang dilakukan bank, dalam bentuk giro, deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Hal ini yang membedakan antara lembaga pembiayaan (financing institution) dengan lembaga keuangan (financial institution). Lembaga pembiayaan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No. 9, terdiri dari Perusahaan Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, dan Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur.

Berkembang pesatnya bisnis syariah di Indonesia turut mempengaruhi bisnis lembaga pembiayaan untuk beroperasi berdasarkan prinsip syariah. Menurut laporan OJK tahun 2013 terkait Perkembangan Keuangan Syariah, dari 3 lembaga pembiayaan yang ada, baru 2 lembaga pembiayaan yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah, yaitu lembaga pembiayaan dan perusahah modal ventura (PMV). Tulisan ini akan menjelaskan secara singkat keberadaan kedua lembaga tersebut.

Perusahaan Pembiayaan Syariah
Pada tahun 2006 Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan. Kemudian pada tahun 2014 Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan peraturan No. 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan. Tujuan dikeluarkannya POJK ini untuk mendukung perkembangan perusahaan pembiayaan yang dinamis dan mewujudkan industri perusahaan pembiayaan yang tangguh, kontributif, inklusif serta berkontribusi untuk menjaga sistem keuangan yang stabil dan berkelanjutan.
Terkait dengan perusahaan pembiayaan syariah, untuk memberikan kerangka hukum yang memadai dalam menjalankan aktifitasnya, pada tahun 2007 Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) dan Lembaga Keuangan mengeluarkan dua peraturan, yaitu peraturan Nomor: PER-03/BL/2007 Tentang Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah dan Peraturan Nomor: PER-04/BL/2007 tentang Akad-Akad yang Digunakan Dalam Kegiatan Perusahan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah.
Berdasarkan Pasal 1 butir 1 POJK No. 29, dijelaskan bahwa Perusahaan Pembiayaan adalah ‘badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang dan atau jasa’. Berdasarkan definisi ini dapat kita pahami yang dimaksud dengan perusahaan pembiayaan syariah adalah perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang dan atau jasa berdasarkan prinsip syariah.

Kegiatan Usaha Perusahaan Pembiayaan Syariah

Menurut Pasal 1 butir 2 Peraturan Presiden No. 9/2009 tentang Lembaga Pembiayaan, ‘Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang khusus didirikan untuk melakukan Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen dan/atau Kartu Kredit.’ (Lihat juga Pasal 2 POJK No. 29). Ketentuan ini secara jelas mengatur bahwa perusahaan pembiayaan hanya boleh melakukan kegiatan pembiayaan yang terkait dengan empat bentuk kegiataan usaha di atas.

Kegiatan usaha ini juga berlaku atas perusahaan pembiayaan syariah, hanya saja dalam melakukan kegiataanya perusahaan pembiayaan syariah harus menyalurkan dananya berdasarkan prinsip syariah. Perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah mempunyai karakteristik yang berbeda dengan perusahaan pembiayaan konvensional. Kegiataan usaha pembiayaan dan sumber pendanaan perusahaan pembiayaan syariah harus sesuai dengan ajaran Islam (in complinace with syariah) yang bebas dari unsur riba, haram, dan gharar. Oleh karena itu, perusahaan pembiayaan syariah harus diatur dalam peraturan yang jelas.

Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, untuk memberikan kerangka hukum yang jelas dan memadai terhadap sumber pendanaan, pembiayaan dan akad syariah yang menjadi dasar kegiataan perusahaan pembiayaan syariah, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK) mengeluarkan peraturan No: PER-03/BL/2007 tentang Kegiataan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah dan No: PER-04/BL/2007 tentang Akad-Akad yang Digunakan Dalam Kegiataan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah. Pasal 5 Peraturan Ketua BAPEPAM LK No: PER-03/BL/2007 jelas menyatakan: “Setiap perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah wajib menyalurkan dana untuk kegiatan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.”

Adapun yang dimaksud dengan prinsip syariah, sebagaimana menurut Pasal 1 butir 6 adalah sebagai berikut: “Prinsip Syariah adalah ketentuan hukum Islam yang menjadi pedoman dalam kegiatan operasional perusahaan dan transaksi antara lembaga keuangan atau lembaga bisnis syariah dengan pihak lain yang telah dan akan diatur oleh DSN-MUI.”

Berdasarkan ketentuan di atas, dapat dipahami bahwa kepatuhan terhadap prinsip syariah bagi perusahaan pembiayaan yang menjalankan aktifitasnya berdasarkan prinsip syariah adalah suatu kemestian yang tidak boleh dilanggar. Prinsip syariah tersebut merupakan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dalam bentuk fatwa. Fatwa ini sebagai guideline bagi perusahaan pembiayaan syariah dalam menjalankan kegiatan pembiayaannya.

     Adapun yang dimaksud dengan kegiatan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, sesuai yang diatur dalam Pasal 6 Peraturan Ketua BAPEPAM LK No: PER-03/BL/2007 adalah sebagai berikut:
  • Sewa Guna Usaha, yang dilakukan berdasarkan: Ijarah; Ijarah Muntahiya Bittamlik;
  • Anjak Piutang, yang dilakukan berdasarkan akad Wakalah bil Ujrah.
  • Pembiayaan Konsumen, yang dilakukan berdasarkan: Murabahah; Salam; atau Istishna’.
  • Usaha Kartu Kredit yang dilakukan sesuai dengan Prinsip Syariah.
  • Kegiataan pembiayaan lainya yang dilakukan sesuai dengan Prinsip Syariah.
   Pada dasarnya, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, kegiataan usaha perusahaan pembiayaan konvesional dengan perusahaan pembiayaan syariah adalah sama, yang membedakan antara keduanya adalah model akad yang digunakan dalam menjalankan kegiatan usaha tersebut. Ketentuan di atas menjelaskan akad-akad apa saja yang sesuai untuk diaplikasikan pada setiap kegiataan usaha yang ada. Namun yang penting untuk dipahami adalah, sesuai dengan Pasal 6 huruf e di atas, perusahaan pembiayaan syariah bisa melakukan atau mengembangkan model kegiataan pembiayaan lain diluar model kegiataan pembiayaan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, ada peluang bagi perusahaan pembiayaan syariah untuk mengembangkan produk-produk pembiayaan baru yang lebih variatif yang dianggap profitable sehingga kegiataan perusahaan menjadi lebih berkembang. Produk-produk baru tersebut baru bisa dijalankan oleh perusahaan pembiayaan syariah setelah mendapatkan opini dari Dewan Pengawas Syariah dan disetujui oleh OJK.


KASUS PT. SUNPRIMA NUSANTARA PEMBIAYAAN

Kasus di sektor keuangan yang menyedot perhatian masyarakat. Perusahaan multifinance PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance) diketahui merugikan 14 bank di Indonesia hingga triliunan rupiah.


SNP Finance merupakan bagian dari Columbia, toko yang menyediakan pembelian barang secara kredit. Dalam kegiatannya SNP Finance mendapatkan dukungan pembiayaan pembelian barang yang bersumber dari kredit perbankan. Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Slamet Edy Purnomo mengungkapkan jika permasalahan pada SNP Finance sudah terdeteksi sejak Juli 2017.



OJK kemudian meminta dilakukan pemeriksaan kepada pihak perbankan secara internal dan oleh pengawas. Pada 2018, OJK kembali melakukan evaluasi. Lembaga ini dikatakan terlebih dulu memberi kesempatan kepada internal perbankan untuk menyelesaikan saat diketahui terjadi masalah.

Permasalahan yang ada terkait data yang diberikan SNP. Adapun mekanisme pemberian pinjaman kepada SNP Finance yang dilakukan dengan sistem executing.
Bank memberikan kredit berupa joint financing atau memberikan langsung ke perusahaan pembiayaan tersebut. Kemudian SNP Finance yang meneruskannya kepada pengguna.
Untuk mendapatkan kredit ini, terlebih dulu ditunjuk auditor publik yang bertugas memeriksa laporan keuangan. Auditor yang ditunjuk adalah Kantor Akuntan Publik (KAP) Deloitte yang menilai kondisi keuangan SNP Finance. Kemudian seiring dengan turunnya bisnis toko Columbia, kredit perbankan tersebut mengalami permasalahan menjadi Non Performing Loan (NPL).

Kondisi tersebut telah diantisipasi perbankan dengan melakukan pencadangan (PPAP) pada tahun yang sudah lewat, sehingga perbankan dapat meng-absorb risiko gagal bayar.
Salah satu tindakan yang dilakukan oleh SNP Finance untuk mengatasi kredit bermasalah tersebut adalah melalui penerbitan Medium Term Note (MTN), yang diperingkat oleh Pefindo berdasarkan laporan keuangan SNP yang diaudit DeLoitte.
Sebelumnya diketahui jika SNP Finance mendapatkan peringkat efek periode Desember 2015-2017 idA-/stable dari Pefindo. Kemudian pada Maret 2018, rating SNP Finance naik menjadi idA/stable.

Namun Pefindo kembali menurunkan rating SNP Finance sebanyak 2 kali. Pertama pada bulan Mei 2018, diturunkan menjadi idCCC/credit watch negative dan pada bulan yang sama menurunkan lagi ke peringkat idSD/selective default.

Akhirnya, saat terjadi permasalahan, SNP Finance mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) terhadap kewajibannya sebesar kurang lebih Rp 4,07 triliun, yang terdiri dari kredit perbankan Rp 2,22 triliun dan MTN sebesar Rp 1,85 triliun.

PT Bank Mandiri Tbk angkat bicara mengenai kasus pembobolan dana di 14 bank oleh Lembaga pembiayaan PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance) yang merupakan anak usaha Columbia. Bank Mandiri termasuk salah satu bank tersebut.
Corporate Secretary Bank Mandiri Rohan Hafas menjelaskan, SNP Finance adalah perusahaan pembiayaan yang menjadi debitur Bank Mandiri sejak 2004. Selama belasan tahun menjadi debitur Bank Mandiri, SNP Finance memiliki catatan yang baik dengan kualitas kredit yang lancar. Hal ini juga yang membuat banyak bank kemudian ikut memberikan pembiayaan kepada SNP Finance.

Atas hal tersebut, Bank Mandiri melihat permasalahan di SNP Finance saat ini bukan semata-mata disebabkan oleh ketidak hati-hatian perbankan dalam penyaluran kredit. Apalagi saat ini regulator telah menetapkan rambu-rambu yang sangat ketat bagi perbankan.
SNP Finance mengajukan PKPU Sukarela, setelah kualitas kredit turun menjadi kol. 2. Modus ini sering dilakukan dengan memanfaatkan celah dari ketentuan hukum terkait Kepailitan WT