SHARING KEUANGAN SYARIAH

Thursday, December 6, 2018

DISKUSI HUBUNGAN KONDISI EKONOMI DAN KREDIT PERBANKAN

                
           

       Pertumbuhan Ekonomi dan Penyaluran Kredit


Menurut teori dampak langsung ketika suku bunga perbankan diturunkan adalah
meningkatnya keinginan masyarakat untuk meminjam dana dari sektor perbankan.
Untuk kalangan pengusaha ini merupakan kabar baik karena biaya untuk
meminjam dana (cost of fund) menjadi lebih murah. Buat perbankan hal ini dapat
menjadi peluang untuk menyalurkan dana yang selama ini mengendap di lemari
besi sehingga mendatangkan keuntungan. Bagi pemerintah kebijakan ini juga bisa
menjadi jurus sakti untuk mengatasi perlambatan ekonomi karena memacu sektor
riil lebih produktif dan ancaman PHK massal dapat teredam. Namun apa benar
kebijakan ini sungguh “sakti”?

Teori di atas didasarkan pada asumsi ceteris paribus atau faktor-faktor lain selain
suku bunga dianggap tetap. Dalam kondisi perlambatan ekonomi, asumsi ini
kurang tepat karena banyak hal lain yang bisa menentukan keinginan seseorang
untuk meminjam dana seperti misalnya prospek perekonomian ke depan. Data
menunjukkan variabel pertumbuhan PDB riil dan variabel pertumbuhan kredit riil
di Indonesia memiliki pola pergerakan yang searah atau pro-cyclical. Kredit riil di
sini didefinisikan sebagai jumlah kredit riil yang disalurkan untuk keperluan
konsumsi, investasi, dan modal kerja.

Pada gambar berikut terlihat ketika pada
akhir tahun 2004 siklus pertumbuhan PDB riil mencapai puncak, variabel
pertumbuhan kredit riil juga tengah mengalami boom namun baru di kuartal III-2005 mencapai puncak.

Gambar 1:
Pertumbuhan Kredit Riil dan PDB Riil Indonesia Kuartal I-2003 – Kuartal I-2015
(persentase deviasi terhadap rata-rata)







Terdapat indikasi pertumbuhan kredit riil memiliki pola lag terhadap pertumbuhan
PDB riil. Hipotesis ini diperkuat oleh uji kuantitatif dengan menggunakan
metode Granger Causality (Kausalitas Granger) dan regresi Ordinary Least
Square (OLS). Hasil pengujian Kausalitas Granger menunjukkan terdapat
hubungan satu arah terjadi dari variabel pertumbuhan PDB riil ke variabel
pertumbuhan kredit riil. Tidak diketemukan adanya hubungan sebaliknya atau dua
arah antara variabel-variabel tersebut.

Selaras dengan hal itu, uji regresi OLS juga menegaskan keberadaan pola lead-lag
dalam kasus Indonesia. Variabel pertumbuhan PDB riil ternyata dapat
menjelaskan 64 persen variasi nilai pertumbuhan kredit riil pada kuartal tertentu.
Pertumbuhan PDB riil pada dua kuartal sebelumnya (lag 2) memiliki hubungan
yang signifikan terhadap tingkat pertumbuhan kredit riil di kuartal berlangsung.
Kenaikan satu persen pertumbuhan PDB riil di dua kuartal sebelumnya akan
menaikkan pertumbuhan kredit riil yang disalurkan saat ini sebesar 5,29 persen.

Demikian pula sebaliknya bila terjadi perlambatan ekonomi, pertumbuhan kredit
riil juga akan ikut melambat pada dua kuartal ke depan.




Jumlah Observasi: 40 setelah penyesuaian
Catatan: * signifikan di 1 persen (α = 1%)
Sumber: dihitung oleh penulis (2015)

Menengok bukti empiris di atas, menurunkan suku bunga perbankan boleh jadi
merupakan kebijakan yang kurang tepat saat ini. Sejak tahun 2011 sampai kuartal
II-2015 arah pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung melambat sehingga
permintaan kredit hingga akhir tahun ini masih sangat mungkin terkontraksi.

Selain itu kebijakan ini juga berpotensi menggerus nilai simpanan nasabah
perbankan saat ancaman inflasi masih mengintai. Di bulan Juli 2015 rata-rata suku
bunga simpanan berjangka di bank umum adalah 8 persen. Sedangkan tingkat
inflasi umum Indonesia di bulan yang sama adalah 7,26 persen. Artinya suku
bunga riil yang dinikmati oleh nasabah perbankan hanya kurang dari satu persen.

Sangatlah bijak untuk mengkaji ulang gagasan ini. Bagi pemerintah ada baiknya
untuk fokus meningkatkan pengeluarannya sehingga merangsang sektor riil untuk
berproduksi. Sehingga pada akhirnya permintaan kredit akan naik tanpa harus
menurunkan suku bunga perbankan.
(http://macroeconomicdashboard.feb.ugm.ac.id/pertumbuhan-ekonomi-danpenyaluran-
kredit/), Oleh: Traheka Erdyas Bimanatya,Peneliti Macroeconomic Dashboard
Analisis Pembiayaan Pada Perbankan di Indonesia (Konvensional dan
Syariah).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam analisis pembiayaan di bank syariah
adalah sebagai berikut:

Pendekatan analisis pembiayaan Ada beberapa pendekatan analisa pembiayaan
yang dapat diterapkan oleh para pengelola bank syariah dalam kaitannya dengan
pembiayaan yang akan dilakukan, yaitu:

1. Pendekatan jaminan, artinya bank dalam memberikan pembiayaan selalu
    memperhatikan kuantitas dan kualitas jaminan yang dimiliki oleh peminjam.

2. Pendekatan karakter, artinya bank mencermati secara sungguh-sungguh terkait
    dengan karakter nasabah.

3. Pendapatan kemampuan kepuasan, artinya bank menganalisis kemampuan
    nasabah untuk melunasi jumlah pembiayaan yang telah diambil.

4. Pendekatan dengan studi kelayakan, artinya bank memperhatikan kelayakan
    usaha yang dijalanankan oleh nasabah peminjam.

5. Pendekatan fungsi-fungsi bank, artinya bank memperhatikan fungsinya sebagai
    lembaga intermediary keuangan, yaitu mengatur mekanisme dana yang
    dikumpulkan dengan dana yang disalurkan.

Prinsip Analisis Pembiayaan

Prinsip analisis pembiayaan didasarkan pada rumus 5C yaitu:

1. Character artinya sifat atau karakter nasabah pengambil pinjaman.
2. Capacity artinya kemampuan nasabah untuk menjalankan usaha dan
    mengambalikan pinjaman yang diambil.
3. Capital artinya besarnya modal yang diperlukan peminjam.
4. Colateral artinya jaminan yang telah dimiliki yang diberikan peminjam kepada
    bank.
5. Condition artinya keadaan usaha atau nasabah prospek atau tidak.

Prinsip 5C tersebut terkadang ditambahkan dengan 1C, yaitu Constraint artinya
hambatan-hambatan yang mungkin mengganggu proses usaha.

Tujuan Analisis Pembiayaan

Analisis pembiayaan memiliki dua tujuan, yaitu : tujuan umum dan tujuan
khusus. Tujuan umum analisis pembiayaan adalah : pemenuhan jasa pelayanan
terhadap kebutuhan masyarakat dalam rangka mendorong dan melancarkan
perdagangan, produksi, jasa-jasa, bahkan konsumsi yang kesemuanya ditujukan
untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Sedangkan tujuan khusus analisis pembiayaan adalah :
1. Untuk menilai kelayakan usaha calon peminjam
2. Untuk menekan risiko akibat tidak terbayarnya pembiayaan
3. Untuk menghitung kebutuhan pembiayaan yang layak.

Prosedur Analisis Pembiayaan

Aspek-aspek penting dalam analisis pembiayaan yang perlu dipahami oleh
pengelola bank syari’ah :

1. Berkas dan pencatatan
2. Data pokok dan analisis pendahuluan
a. Realisasi pembelian, produksi dan penjualan
b. Rencana pembelian, produksi dan penjualan
c. Jaminan
d. Laporan keuangan
e. Data kualitatif dari calon debitur
3. Penelitian data
4. Penelitian atas realisasi usaha
5. Penelitian atas rencana usaha
6. Penelitian dan penilaian barang jaminan
7. Laporan keuangan dan penelitiannya

Keputusan Permohonan Pembiayaan

1. Bahan pertimbangan pengambilan keputusan
2. Wewenang pengambilan keputusan
    Aspek yang Dianalisis

Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan oleh pejabat bank dalam melakukan
analisis pembiayaan, diantaranya adalah :

1. Aspek yuridis
2. Calon debitur cakap hukum
3. Usahanya tidak liar
4. Aspek pemasaran
5. Sikus hidup produk
6. Produk subtitusi
7. Perusahaan pesaing
8. Tingkat kemampuan daya beli masyarakat
9. Program promosi
10. Daerah pemasarannya
11. Faktor musim
12. Manajemen pemasaran
13. Kontrak penjualan
14. Aspek teknis
15. Lokasi usaha
16. Fasilitas gedung bangunan usaha
17. Mesin-mesin yang dipakai
18. Proses produksi
19. Aspek keuangan
20. Kemapuan memperoleh untung
21. Sisa-sisa pinjaman dengan pihak lain
22. Beban rutin diluar kegiatan usaha
23. Arus kas (cash flow)
24. Aspek jaminan
25. Syarat-syarat jaminan
26. Syarat ekonomis
27. Syarat yuridis

Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif terkait dengan data-data nonkeuangan nasabah. Metode yang
digunakan pada umumnya adalah dengan membandingkan informasi yang ada
dengan standar industri, sehingga resiko yang ada dapat dipahami. Selanjutnya,
Bank dapat mengantisipasi terhadap resiko yang akan timbul. Ruang lingkup yang
dianalisis dibahas dalam pembahasan berikut ini.

Aspek Manajemen
Kemampuan nasabah dalam rangka mengelola usahanya dapat dilihat dari riwayat
dan pengalaman nasabah. Faktor usia, bahkan kondisi keluarga seringkali menjadi
faktor yang sangat penting untuk diketahui, terlebih untuk mikro dan kecil. Pada
kondisi seperti ini, pembiayaan yang akan diberikan oleh bank harus dilakukan
memiliki pengalaman yang tepat dan disertai pembelajaran kepada nasabah untuk
memperbesar kegiatan usahanya dimasa mendatang. Aspek manajemen dalam hal
ini adalah sesuatu yang melekat kepada pengelolanya. Adapun ruang lingkup
yang ditelaah adalah menyangkut rekam jejak (track record) atau pengalaman
individu dan sistem manajemen dalam usaha yang dikelola saat ini.

Aspek Usaha

Produksi atau Pengadaan Barang

Dalam dunia industri, aspek produksi ini meliputi proses pengadaan bahan
baku, proses menjadi barang setengah jadi sampai menjadi barang jadi, dan
proses penyimpanan stok persediaan. Pengadaan barang dagangan dan
penyimpanannya adalah hal yang biasa ditemui pada usaha perdagangan. Data
yang dianalisis adalah sebagai berikut:

1. Pemasok (supplier)

a. Siapakan pemasok pertama bahan baku?
b. Berapakah jumlah pemasok atau pemasok adalah pemasok tunggal?
c. Jika pemasok pertama keluar maka apakah ada pemasok lain yang dapat
    memberikan bahan baku yang diperlukan?
d. Sanggupkah pemasok mengirimkan bahan baku?
e. Kejadian-kejadin apa saja yang dapat menggagalkan pengiriman bahan
    baku?

2. Harga bahan baku

a. Apakah faktor-faktor mempengaruhi harga bahan baku?
b. Bagaimana situasi harga di masa mendatanag?
c. Apakah ada bahan baku pengganti yang dapat diterima?
d. Apakah ada pengaruh bahan baku pengganti terhadap biaya produksi,
    kualitas produksi, dan permintaan produk akhir?

3. Kontinuitas pasokan bahan baku

a. Adakah kejadian-kejadian potensial yang dapat menggagalkan pemasok
    mendapatkan bahan baku? sebagai contoh, pemogok buruh, terputusnya
    transportasi, peraturan dan kebijakan lingkungan, serta kejadian politik
    dalam negeri atau luar negeri.
b. Adakah risiko-risiko mudah rusaknya bahan baku sebelum dikirim
    kepada perusahaan untuk proses produksi?

4. Hubungan dengan buruh

a. Apabila perusahaan bercirikan labor intensive, apakah risiko yang terjadi
    jika buruh yang diperlukan tidak tersedia?
b. Apakah ada kemungkinan terjadi pemogokan?
c. Apakah ada buruh dengan status kontrak yang akan jatuh tempo dalam
    waktu dekat?
d. Bagaimana pengalaman perusahaan berkaitan dengan masalah buruh?
e. Bagaimana pengalaman perusahaan kompetitor dalam menangani buruh?

5. Kualitas pabrik dan mesin
a. Bagaimana kondisi umum pabrik dan mesin-mesin?
b. Apakah sudah modern atau usang?
c. Apakah perusahaan selalu memelihara pabrik dengan teknologi modern
   atau perusahaan kempetitor telah mempunyai mesin berteknoligi
   modern?
d. Apakah jenis dan jumlah energi yang diperluakan?
e. Apakah ada kemungkinan mengalami kekurangan energi atau harga
    energi naik?
f. Apakah ada kemungkinan perusahaan ditutup berkaitan dengan
   kegagalan memenuhi aturan lingkungan?

6. Produk perusahaan
a. Apakah produk perusahaan?

b. Apakah barang mewah atau kebutuhan primer?
c. Apakah ada pengaruh risiko mode (fashion)?
d. Apakah produk telah mengikuti tren teknologi?
e. Berkaitan dengan permintaan nasabah, apakah jumlah produk akan
    menurun di masa mendatang?
f. Apakah ada perusahaan lain yang akan mengganti produknya?
g. Apakah produk ini termasuk warabala (franchise) atau izin khusus?
h. Bagaimana promosi produk?
i. Bagaimanakah situasi ekonomi yang berpengaruh pada permintaan
   produk perusahaan?

7. Pemasaran
1. Apakah ada perusahaan yang memiliki keunggulan tertentu atau sebaliknya?
2. Apakah penjulan melalui sistem distributor atau melalui penjualan
    borongan/grosir (wholesale) independen?
3. Apakah peraturan pemerintah berpengaruh pada kemampuan perusahaan
    untuk menjual produknya?
4. Siapakah pembeli produk perusahaan? Apakah pembeli langsung atau
    distributor? Dimanakah lokasi pembeli secara geografis ? Apakah ada
    kejadian potensial yang dapat berpengaruh pada kemampuan perusahaan
    dalam menjual produk? Apakah penjualan dilakukan secara tunai atau
    tempo?
5. Siapakah kompetitor utama? Bisakah kompetitor menggantikan perusahaan
dalam pasar? Berapakah pangsa pasar (market share) perusahaan terhadap
kompetitor dalam industri sejenis?

8. Aspek Syariah dan Legalitas

Kelengkapan legalitas pribadi dan legalitas usaha nasabah harus diteliti dengan
seksama. Selain itu, keabsahannya juga perlu diperhatikan dalam hal ini,
dikeluarkan oleh pihak yang berwewenang. Hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah sebagai berikut:

1. Peneliitian dokumen legal.
2. Usaha tidak melanggar syariah.
3. Kesesuaian kebutuhan dan perencanaan.

4. Pembiayaan dan akadnya sesuai syariat.
5. Kewenangan para pihak.
6. Penilaian jaminan.
7. Pengikatan dan jaminan.

Analisis Kuantitatif
Analisis Horizontal (Tren)

1. Untuk membandingkan kinerja usaha nasabah pada periode tertentu, sesuai
    kebutuhan analisis.
2. Rasio dan pos-pos penting laporan posisi keuangan-laba rugi yang
    dibandingkan disesuaikan dengan kebutuhan analisis, terutama untuk
    mengetahui rasio pertumbuhan.

Analisis Vertikal (Rasio)
Membandingkan di antara pos penting dalam laporan keuangan dalam satu
periode tertentu. Pos pada laporan posisi keuangan adalah rasio likuiditas dan
laverage (solvabilitas), sedangkan pada laba rugi adalah rasio rentabilitas dan
efisiensi.

1. Rasio likuiditas : Kemampuan penyediaan kas guna menutupi kewajiban dalam
    jangka pendek.

a. Quick Ratio = (Kas + Bank) ÷ Utang Lancar
b. Current Ratio = Aset Lancar ÷ Utang Lancar

2. Laverage ratio : kemampuan nasabah untuk membayar seluruh kewajibannya
dari modal atau aset yang dimiliki.

DER (Debt to Equity Ratio) = (Utang Lancar + Utang Jangka Panjang) ÷
Modal

3. Rentabilitas : Mengukur kemampuan menghasilkan laba dan efisiensi usaha
a. PM (Profit Margin) = Laba Bersih ÷ Pendapatan
b. BOPO = Biaya Operasional ÷ Pendapatan Operasional

Analisis Arus Kas
Arus kas (cash flow) berupa pemasukan dan pengeluaran kas secara riil, sehingga
dapat diketahui surplus atau defisitnya, serta sumber-sumber kas yang ada.
Analisis arus kas sangat diperlukan dalam pembiayaan dengan pola bagi hasil.

Pendekatan yang digunakan adalah dengan memilah ke dalam pos-pos tertentu,
seperti pos operasional atau non-operasional, dan pos-pos lainnya.
Analisis Kebutuhan Pembiayaan

Pembiayaan konsumtif
a. Kegunaan : Pembelian barang atau kebutuhan nasabah yang tidak terkait
    dengan usaha.
b. Pendekatan : Cek rasio pendapatan dibandingkan dengan jumlah angsuran
perbulan, di mana maksimum adalah sebesar 40%. Cek utang lain yang
mungkin ada. Selain itu, cek dokumen dan keabsahan barang yang dibeli.

Modal kerja

a. Keguanaan : Untuk pembelian bahan baku atau jadi, serta untuk biaya
    produksi atau penjaualan.
b. Pendekatan : Dengan cara mengetahui kapasitas maksimum perputaran
    usaha. Perputaran Modal Kerja (WCTO) = Perputaran Piutang (RTO) +
    Perputaran Persediaan (ITO). Kebutuhan MK + WCTO × HPP × Proyeksi
    Penjualan.

Pembiayaan investasi
a. Kegunaan : Pembelian mesin produksi, gedung, dan sarana lain.
b. Pendekatan : Cek harga atau kebutuhan dana riil, cek kemanfaatan, cek
    kemampuan keuangan, serta cek keabsahan dokumen.

Kesimpulan

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam analisis pembiayaan di bank syariah
adalah sebagai berikut:

Pendekatan analisis pembiayaan
1. Pendekatan jaminan
2. Pendekatan karakter
3. Pendapatan kemampuan kepuasan
4. Pendekatan dengan studi kelayakan
5. Pendekatan fungsi-fungsi bank

Prinsip Analisis Pembiayaan
Prinsip analisis pembiayaan didasarkan pada rumus 5C
(Character, Capacity, Capital, Colateral, Condition). ditambahkan dengan 1C
yaitu Constraint.

No. 2 & 3
Data 3 Bank Konven dan 3 Bank Syariah Bunga Pinjaman dan Margin.
Bank Syariah Margin

 

No. 4
Pendahuluan

Lembaga pembiayaan (financing institution) di Indonesia mulai berkembang
dengan dikeluarkannya Paket Deregulasi 27 Oktober 1988 (Pakto 88) dan Paket
Deregulasi 20 Desember (Pakdes 88). Eksistensi Lembaga pembiayaan di
Indonesia diatur berdasarkan Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1988 tentang
Lembaga Pembiayaan yang disempurnakan dengan Peraturan Presiden RI No. 9
Tahun 2009 dan Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Berdasarkan Pasal 1
butir (1) Peraturan Presiden No 9 tahun 2009 yang dimaksud dengan lembaga
pembiayaan adalah ‘badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam
bentuk penyediaan dana atau barang modal’.

Definisi di atas menggambarkan bahwa lembaga pembiayaan merupakan lembaga
keuangan non-bank yang kegiatan usahanya lebih menekankan pada sektor
pembiayaan, yaitu dalam bentuk penyediaan dana dan barang modal dengan tidak
menarik dana secara langsung dari masyarakat. Dengan kata lain perusahaan
pembiayaan dilarang menarik dana masyarakat secara langsung, seperti yang
dilakukan bank, dalam bentuk giro, deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya
yang dipersamakan dengan itu. Hal ini yang membedakan antara lembaga
pembiayaan (financing institution) dengan lembaga keuangan (financial
institution). Lembaga pembiayaan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden
No. 9, terdiri dari Perusahaan Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, dan
Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur.

Berkembang pesatnya bisnis syariah di Indonesia turut mempengaruhi bisnis
lembaga pembiayaan untuk beroperasi berdasarkan prinsip syariah. Menurut
laporan OJK tahun 2013 terkait Perkembangan Keuangan Syariah, dari 3 lembaga
pembiayaan yang ada, baru 2 lembaga pembiayaan yang beroperasi berdasarkan
prinsip syariah, yaitu lembaga pembiayaan dan perusahah modal ventura (PMV).
Tulisan ini akan menjelaskan secara singkat keberadaan kedua lembaga tersebut.
Perusahaan Pembiayaan Syariah

Pada tahun 2006 Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan Nomor
84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan. Kemudian pada tahun 2014
Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan peraturan No. 29/POJK.05/2014 tentang
Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan. Tujuan dikeluarkannya POJK
ini untuk mendukung perkembangan perusahaan pembiayaan yang dinamis dan
mewujudkan industri perusahaan pembiayaan yang tangguh, kontributif, inklusif
serta berkontribusi untuk menjaga sistem keuangan yang stabil dan berkelanjutan.
Terkait dengan perusahaan pembiayaan syariah, untuk memberikan kerangka
hukum yang memadai dalam menjalankan aktifitasnya, pada tahun 2007 Ketua
Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) dan Lembaga Keuangan
mengeluarkan dua peraturan, yaitu peraturan Nomor: PER-03/BL/2007 Tentang
Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah dan Peraturan
15 Nomor: PER-04/BL/2007 tentang Akad-Akad yang Digunakan Dalam Kegiatan
Perusahan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah.

Berdasarkan Pasal 1 butir 1 POJK No. 29, dijelaskan bahwa Perusahaan
Pembiayaan adalah ‘badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk
pengadaan barang dan atau jasa’. Berdasarkan definisi ini dapat kita pahami yang
dimaksud dengan perusahaan pembiayaan syariah adalah perusahaan pembiayaan
yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang dan atau jasa
berdasarkan prinsip syariah.

Kegiatan Usaha Perusahaan Pembiayaan Syariah
Menurut Pasal 1 butir 2 Peraturan Presiden No. 9/2009 tentang Lembaga
Pembiayaan, ‘Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang khusus didirikan
untuk melakukan Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen
dan/atau Kartu Kredit.’ (Lihat juga Pasal 2 POJK No. 29). Ketentuan ini secara
jelas mengatur bahwa perusahaan pembiayaan hanya boleh melakukan kegiatan
pembiayaan yang terkait dengan empat bentuk kegiataan usaha di atas.

Kegiatan usaha ini juga berlaku atas perusahaan pembiayaan syariah, hanya saja
dalam melakukan kegiataanya perusahaan pembiayaan syariah harus menyalurkan
dananya berdasarkan prinsip syariah. Perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah mempunyai karakteristik yang berbeda dengan perusahaan pembiayaan
konvensional. Kegiataan usaha pembiayaan dan sumber pendanaan perusahaan
pembiayaan syariah harus sesuai dengan ajaran Islam (in complinace with
syariah) yang bebas dari unsur riba, haram, dan gharar. Oleh karena itu,
perusahaan pembiayaan syariah harus diatur dalam peraturan yang jelas.

Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, untuk memberikan kerangka hukum
yang jelas dan memadai terhadap sumber pendanaan, pembiayaan dan akad
syariah yang menjadi dasar kegiataan perusahaan pembiayaan syariah, Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK) mengeluarkan
peraturan No: PER-03/BL/2007 tentang Kegiataan Perusahaan Pembiayaan
Berdasarkan Prinsip Syariah dan No: PER-04/BL/2007 tentang Akad-Akad yang
Digunakan Dalam Kegiataan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip
Syariah. Pasal 5 Peraturan Ketua BAPEPAM LK No: PER-03/BL/2007 jelas
menyatakan: “Setiap perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah wajib menyalurkan dana untuk kegiatan pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah.”

Adapun yang dimaksud dengan prinsip syariah, sebagaimana menurut Pasal 1
butir 6 adalah sebagai berikut: “Prinsip Syariah adalah ketentuan hukum Islam
yang menjadi pedoman dalam kegiatan operasional perusahaan dan transaksi
antara lembaga keuangan atau lembaga bisnis syariah dengan pihak lain yang
telah dan akan diatur oleh DSN-MUI.”

Berdasarkan ketentuan di atas, dapat dipahami bahwa kepatuhan terhadap prinsip
syariah bagi perusahaan pembiayaan yang menjalankan aktifitasnya berdasarkan
prinsip syariah adalah suatu kemestian yang tidak boleh dilanggar. Prinsip syariah
tersebut merupakan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dalam bentuk fatwa. Fatwa ini
sebagai guideline bagi perusahaan pembiayaan syariah dalam menjalankan
kegiatan pembiayaannya.

Adapun yang dimaksud dengan kegiatan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,
sesuai yang diatur dalam Pasal 6 Peraturan Ketua BAPEPAM LK No: PER-
03/BL/2007 adalah sebagai berikut:

 Sewa Guna Usaha, yang dilakukan berdasarkan: Ijarah; Ijarah Muntahiya
    Bittamlik;
 Anjak Piutang, yang dilakukan berdasarkan akad Wakalah bil Ujrah.
 Pembiayaan Konsumen, yang dilakukan berdasarkan: Murabahah; Salam;
    atau Istishna’.
 Usaha Kartu Kredit yang dilakukan sesuai dengan Prinsip Syariah.
 Kegiataan pembiayaan lainya yang dilakukan sesuai dengan Prinsip Syariah.

Pada dasarnya, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, kegiataan usaha
perusahaan pembiayaan konvesional dengan perusahaan pembiayaan syariah
adalah sama, yang membedakan antara keduanya adalah model akad yang

digunakan dalam menjalankan kegiatan usaha tersebut. Ketentuan di atas
menjelaskan akad-akad apa saja yang sesuai untuk diaplikasikan pada setiap
kegiataan usaha yang ada.

Namun yang penting untuk dipahami adalah, sesuai dengan Pasal 6 huruf e di atas,
perusahaan pembiayaan syariah bisa melakukan atau mengembangkan model kegiataan
 pembiayaan lain diluar model kegiataan pembiayaan yang telah ditetapkan.

Dengan kata lain, ada peluang bagi perusahaan pembiayaan syariah untuk
mengembangkan produk-produk pembiayaan baru yang lebih variatif yang dianggap
profitable sehingga kegiataan perusahaan menjadi lebih berkembang. Produk-produk
baru tersebut baru bisa dijalankan oleh perusahaan pembiayaan syariah setelah
mendapatkan opini dari Dewan Pengawas Syariah dan disetujui oleh OJK.

KASUS PT. SUNPRIMA NUSANTARA PEMBIAYAAN
   

Soal 1 & 2

Kasus di sektor keuangan yang menyedot perhatian masyarakat. Perusahaan
multifinance PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance) diketahui
merugikan 14 bank di Indonesia hingga triliunan rupiah.

SNP Finance merupakan bagian dari Columbia, toko yang menyediakan
pembelian barang secara kredit. Dalam kegiatannya SNP Finance mendapatkan
dukungan pembiayaan pembelian barang yang bersumber dari kredit perbankan.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Slamet Edy Purnomo mengungkapkan jika permasalahan pada SNP Finance
sudah terdeteksi sejak Juli 2017. OJK kemudian meminta dilakukan pemeriksaan
kepada pihak perbankan secara internal dan oleh pengawas.

Pada 2018, OJK kembali melakukan evaluasi. Lembaga ini dikatakan terlebih
dulu memberi kesempatan kepada internal perbankan untuk menyelesaikan saat
diketahui terjadi masalah.

Permasalahan yang ada terkait data yang diberikan SNP. Adapun
mekanisme pemberian pinjaman kepada SNP Finance yang dilakukan dengan
sistem executing. Bank memberikan kredit berupa joint financing
atau memberikan langsung ke perusahaan pembiayaan tersebut. Kemudian SNP
Finance yang meneruskannya kepada pengguna.

Untuk mendapatkan kredit ini, terlebih dulu ditunjuk auditor publik yang bertugas
memeriksa laporan keuangan. Auditor yang ditunjuk adalah Kantor Akuntan
Publik (KAP) Deloitte yang menilai kondisi keuangan SNP Finance. Kemudian
seiring dengan turunnya bisnis toko Columbia, kredit perbankan tersebut mengalami
permasalahan menjadi Non Performing Loan (NPL).

Kondisi tersebut telah diantisipasi perbankan dengan melakukan pencadangan
(PPAP) pada tahun yang sudah lewat, sehingga perbankan dapat meng-absorb
risiko gagal bayar. Salah satu tindakan yang dilakukan oleh SNP Finance untuk
mengatasi kredit bermasalah tersebut adalah melalui penerbitan Medium Term
Note (MTN), yang diperingkat oleh Pefindo berdasarkan laporan keuangan SNP
yang diaudit DeLoitte.

Sebelumnya diketahui jika SNP Finance mendapatkan peringkat efek periode
Desember 2015-2017 idA-/stable dari Pefindo. Kemudian pada Maret 2018, rating
SNP Finance naik menjadi idA/stable. Namun Pefindo kembali menurunkan
rating SNP Finance sebanyak 2 kali. Pertama pada bulan Mei 2018, diturunkan
menjadi idCCC/credit watch negative dan pada bulan yang sama menurunkan lagi
ke peringkat idSD/selective default.

Akhirnya, saat terjadi permasalahan, SNP Finance mengajukan penundaan
kewajiban pembayaran utang (PKPU) terhadap kewajibannya sebesar kurang
lebih Rp 4,07 triliun, yang terdiri dari kredit perbankan Rp 2,22 triliun dan MTN
sebesar Rp 1,85 triliun. PT Bank Mandiri Tbk angkat bicara mengenai kasus
pembobolan dana di 14 bank oleh Lembaga pembiayaan PT Sunprima Nusantara
Pembiayaan (SNP Finance) yang merupakan anak usaha Columbia. Bank Mandiri
termasuk salah satu bank tersebut.

Corporate Secretary Bank Mandiri Rohan Hafas menjelaskan, SNP Finance
adalah perusahaan pembiayaan yang menjadi debitur Bank Mandiri sejak 2004.
Selama belasan tahun menjadi debitur Bank Mandiri, SNP Finance memiliki
catatan yang baik dengan kualitas kredit yang lancar. Hal ini juga yang membuat
banyak bank kemudian ikut memberikan pembiayaan kepada SNP Finance.
Atas hal tersebut, Bank Mandiri melihat permasalahan di SNP Finance saat ini
bukan semata-mata disebabkan oleh ketidak hati-hatian perbankan dalam
penyaluran kredit. Apalagi saat ini regulator telah menetapkan rambu-rambu yang
sangat ketat bagi perbankan. SNP Finance mengajukan PKPU Sukarela, setelah
kualitas kredit turun menjadi kol. 2. Modus ini sering dilakukan dengan
memanfaatkan celah dari ketentuan hukum terkait Kepailitan.

Soal No. 3.

1. Mudharabah Muthlaqah (unrestricted Investment Account/ investasi
    tidak terikat).
    Pemilik modal tidak menetapkan batasan atau syarat-syarat tertentu
    kepada si pengelola.

2. Mudharabah Muqayyadah (Restricted Investment Account/ investasi
    terikat)

Pemilik dana menetapkan batasan-batasan atau syarat-syarat tertentu
kepada pengelola dana mengenai tempat, cara, dan obyek investasi.
Mudharabah muqayyadah terbagi dua:

a. Mudh. Muq. On Balanche Sheet, yaitu aliran dana terjadi dari satu
nasabah investor ke sekelompok pelaksanan usaha dalam sektor-sektor
tertentu, atau dalam jenis akad tertentu, ( dan bank menanggung risiko
atas penyaluran dana investasi, disebut Executing Agent/Executing)

b. Mudh. Muq. Off Balance Sheet, yaitu aliran dana dari satu nasabah
investor kepada satu nasabah pembiayaan. Bank hanya bertindak
sebagai arranger, (dan bank tidak menanggung risiko, disebut
Channeling Agent/ Channelling).

=======================================================