SHARING KEUANGAN SYARIAH

Thursday, November 22, 2018

Analisa Distribusi Produk Perbankan Syariah melalui Office Channeling-Share views, thoughts, opinion and knowledge




ANALISA DISTRIBUSI PERBANKAN SYARIAH
MELALUI OFFICE CHANNELING





Bank yang dikenal luas oleh Masyarakat adalah suatu Lembaga resmi dibawah pengawasan BI/ Pemerintah yang berfungsi mengumpulkan Dana masyarakat dalam bentuk Dana Pihak ketiga (Giro, Tabungan, Deposito) dan menyalurkan Dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan melalui fasilitas Kredit/ Pembiayaan.

Bank Syariah yang mulai dikenal oleh masyarakat Indonesia pada kisaran tahun 1990-an, mulai dilirik oleh masyarakat, sebagai alternative bagi masyarakat yang ingin bertransaksi perbankan sesuai prinsip Syariah yang bebas dari Riba, Maysir dan Gharar.

Karakteristik sistem perbankan syariah yang  beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan yang lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinimati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.

Adalah bank Muamalat, Bank umum pertama di Indonesia yang menerapkan prinsip Syariah Islam dalam menjalankan operasionalnya. Didirikan pada tahun 1991, yang diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah Indonesia. Mulai beroperasi pada tahun 1992, yang didukung oleh cendekiawan Muslim dan pengusaha, serta masyarakat luas. Pada tahun 1994, telah menjadi Bank Devisa.

Saat ini Bank Muamalat memberikan layanan melalui 312 gerai yang tersebar di 33 provinsi, didukung jaringan lebih dari 3.800 Kantor Pos Online/SOPP di seluruh Indonesia, serta merupakan bank syariah yang telah membuka cabang luar negeri, yaitu di Kuala Lumpur, Malaysia.

Perkembangan selanjutnya Perbankan Konvensional yang memiliki Unit Syariah, dimana untuk merespond potensi market Perbankan Syariah yang begitu luas, tentunya  memerlukan waktu yang cukup lama dan modal yang tidak sedikit untuk membangun kantor-kantor Cabang dan perangkat penunjang dalam menjalankan transaksi dan operasional perbankan Syariah.

Office Chanelling merupakan Solusi Perbankan Syariah agar bisa cepat berkembang dan masyarakat dapat lebih mudah mendapatkan layanan perbankan Syariah, utamanya bagi Unit Unit Usaha Perbankan Syariah yang tidak memiliki Kantor Cabang, atau hanya memiliki beberapa Kantor Cabang saja.

Office Channeling merupakan inovasi dan terobosan baru yang bisa dibilang spektakuler bagi pengembangan industri perbankan syariah di Indenesia. Kebijakan office channeling juga dimaksudkan untuk meningkatkan akses masyarakat kepada jasa perbankan syariah. Dengan sistem baru ini bank syariah tidak perlu lagi membuka cabang UUS di banyak tempat dalam memberikan pelayanan perbankan syariah. Sehingga biaya ekspansi jauh lebih efisien.

Perbaikan dan penyempurnaan lebih lanjut dari system Office Channeling ini merupakan upaya kita bersama dalam rangka memajukan Perbankan Syariah di Indonesia, kita jangan terpaku kepada kekurangan dari model distribusi ini, tapi bagaimana kita bisa memberi masukan untuk perbaikan dalam rangka penyempurnaan Layanan Keuangan Syariah di Indonesia.


2.1.        Office Channeling

2.1.1             Pengertian Office Channeling


Office Channeling merupakan istilah yang digunakan BI untuk menggambarkan penggunaan Kantor bank umum (konvensional) dalam melayani transaksi-transaksi dengan skim syariah, dengan syarat bank bersangkutan telah memiliki UUS.

Bank seperti Bank BNI Syariah, BRI Syariah, Bank Permata Syariah, Bank CIMB Niaga Syariah, Bank OCBC NISP Syariah, Bank DKI Syariah, Bank Sumut Syariah, dan lain- lain, apabila  masyarakat akan menabung dan mendepositokan uangnya sesuai Prinsip Syariah, masyarakat bisa datang ke bank konvensional yang memiliki UUS tersebut, sehingga tidak harus datang ke kantor cabang bank syariah.

Menurut pasal 1 ayat 20 Peraturan Bank Indonesia No.8/3/2006 menerangkan bahwa: " Layanan Syariah adalah kegiatan penghimpunan Dana yang dilakukan di Kantor cabang dan atau dibawah Kantor cabang untuk dan atas Nama Kantor Cabang Syariah pada Bank yang Sama"

Maulana Ibrahim (Deputi Gubernur BI waktu itu) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Office channeling adalah sebagai salah satu Cara memperbesar pangsa pasar bank syariah. Selain itu, pola ini juga mempermudah nasabah mengakses layanan perbankan syariah karena mereka bisa datang ke Kantor bank konvensional untuk membuka rekening syariah. Cara ini memang diusulkan untuk mengatasi kelangkaan outlet layanan bank syariah di Indonesia. Syarat Office Channelling adalah Kantor bank konvensional terletak di satu daerah dengan Kantor cabang syariah dari UUS. (Jurnal Hendro Wibowo Edisi Jumat 18 Juli 2008)

Dalam buku Laporan Perkembangan Perbankan Syariah Indonesia Tahun 2005 yang diterbitkan Bank Indonesia menyebut Layanan Syariah dengan Syariah Office Channelling, diartikan sebagai mekanisme kerjasama kegiatan penghimpunan dana antara kantor cabang syariah sebagai induk dengan kantor bank konvensional bank yang sama dalam kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk giro, tabungan, dan atau deposito.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa Office Channelling atau Layanan Syariah adalah suatu kebijakan  yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, dimana Bank Konvensional yang telah memilliki Unit Usaha Syariah (UUS) dapat menerapkan transaksi syariah dalam upayanya menghimpun dana masyarakat untuk tujuan peningkatan dana pihak ketiga, yaitu dengan memperluas akses layanan syariah.

Ketentuan tentang Office Channeling ini diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.8/3/PBI/2006 tentang kebijakan Office Channeling (pembukaan outlet unit syariah). Dalam Perkembangannya kemudian diberlakukan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 9/7/PBI/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/3/PBI/2006 Tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional Menjadi Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dan Pembukaan Kantor Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum.




2.1.2 Regulasi terkait Office Chnanneling


Beberapa hal yang harus dilakukan dalam upaya untuk memperkuat perbankan syariah, adalah meningkatkan performa dan profesionalitas sumber daya manusia bank syariah, memperluas jaringan perbankan syariah hingga ke daerah-daerah terpencil, adanya upaya dan dukungan dari pemerintah melalui kebijakan-kebijakannya untuk mendukung dan memperkuat perbankan syariah

Cetak biru perbankan syariah BI menargetkan pangsa pasar bank syariah mencapai 5 % pada akhir tahun 2008. Untuk itu pemerintah  berupa kebijakan yang mendukung upaya untuk mengembangkan bank syariah. Melalui Bank Indonesia, pemerintah melanjutkan berbagai penyempurnaan baik dari sisi regulasi maupun sistem pengawasan.

Dalam peraturan PBI No.8/3/2006 tentang Layanan Syariah yang kemudian disebut dengan Office Channelling (OC), yaitu perubahan kegiatan usaha bank konvensional menjadi bank syariah dan pembukaan kantor syariah oleh bank konvensional, dengan kata lain cabang bank konvensional yang telah memiliki UUS (Unit Usaha Syariah) diperbolehkan menerapkan layanan syariah. Dalam PBI No.9/2006 yang merupakan revisi PBI No.8/3/2006 Layanan Syariah adalah kegiatan penghimpunan dana, pembiayaan dan pemberian jasa perbankan lainnya berdasarkan prinsip syariah yang dilakukan di Kantor Cabang dan atau di Kantor Cabang Pembantu, untuk dan atas nama Kantor Cabang Syariah pada Bank yang sama.

Istilah office channelling sendiri tak terdapat satupun dalam PBI No.8 Tahun 2006, yang ada hanya tentang Layanan Syariah (LS). LS dapat dibuka dalam satu wilayah propinsi dengan Kantor Cabang Syariah (KCS) Induknya, dengan menggunakan pola kerjasama antara KCS dengan KC dan atau KC Pembantu (KCP), atau dengan menggunakan sumber daya manusia sendiri Bank yang telah memiliki pengetahuan mengenai produk dan operasional Bank Syariah. Selanjutnya Layanan Syariah wajib memiliki pembukuan yang terpisah dari KC dan atau KC Pembantu, menggunakan standar akuntansi keuangan yang berlaku bagi perbankan syariah, dan laporan keuangan LS wajib digabungkan dengan laporan keuangan Kantor Cabang Syariah (KCS) induknya pada hari yang sama.

Layanan syariah melalui kebijakan office chanelling tersebut tertuang dalam peraturan Bank Indonesia (PBI) no 8./3/2006. Pada Bab 1 pasal 1 ayat 20 menjelaskan bahwa layanan syariah merupakan kegiatan penghimpunan dana yang dilakukan oleh kantor cabang dan atau kantor dibawah kantor cabang untuk dan atas nama Kantor Cabang syariah pada Bank yang sama. Jadi nasabah atau masyarakat tidak perlu lagi mencari-cari cabang syariah, tetapi cukup datang ke kantor cabang konvensional di bank yang bersangkutan.

Dasar hukum Office Channelling bukan hanya terdapat dalam Peraturan Bank Indonesia No.8/3/2006 tetapi operasional Office Channelling juga didasarkan pada Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) tentang bunga (interest/fa'idah) pasal 3 angka 2 yang menyatakan: "Untuk wilayah yang belum ada kantor atau jaringan Lembaga Keuangan Syariah, diperbolehkan melakukan kegiatan transaksi di lembaga keuangan konvensional berdasarkan prinsip dharurat/hajat". (PKES; 2006)

Kebijakan mengenai layanan syariah atau office chaneling mengalami perluasan dengan diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/7/PBI/2007  tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/3/PBI/2006. Perluasan yang dimaksud pada PBI tersebut Layanan syariah atau office chaneling diperluas tidak hanya disatu wilayah kerja kantor BI, tetapi mencakup wilayah kerja provinsi. Hal ini  bisa memberi ruang yang lebih leluasa kepada UUS untuk mengembangkan usaha. Selain perluasan wilayah, cakupan kerja unit usaha syariah juga diperluas tidak hanya melakukan kegiatan penghimpunan dana tapi kewenangannya diperluas dengan melakukan seluruh transaksi perbankan yaitu penghimpunan dan penyaluran dana serta melaksanakan jasa perbankan syariah lainnya. Bank konvensional yang induknya memiliki UUS juga diwajibkan mencantumkan logo industri perbankan syariah di setiap kantornya.

Peraturan ini merupakan rangkaian Kebijakan Akselerasi  Pengembangan  Perbankan  Syariah 2007-2008 yang ditujukan untuk mencapai pangsa pasar perbankan syariah sebesar 5% pada akhir tahun 2008 dengan tetap mempertahankan prinsip kehati-hatian dan kepatuhan  terhadap  prinsip  syariah.  Untuk  melaksanakan  kebijakan  ini, ditentukanlah enam pilar pekerjaan utama, yaitu:
(1) Penguatan kelembagaan bank syariah,
(2) Pengembangan produk bank syariah,
(3) Intensifikasi edukasi publik dan  aliansi  mitra 
      strategis,
(4) Peningkatan  peranan  pemerintah  dan penguatan
      kerangka hukum bank syariah,
(5) Penguatan sumber daya manusia bank syariah, dan
(6) Penguatan pengawasan bank syariah (BI, 2006)

Alasan diterbitkannya peraturan ini adalah karena peraturan yang sebelumnya telah berlaku mengenai pelayanan bank syariah oleh bank  umum konvensional hanya memperbolehkan bank dalam bentuk kantor cabang syariah, kantor cabang pembantu syariah, dan unit syariah. Peraturan tersebut belum dapat menyediakan akses  yang  optimal  bagi  masyarakat  terhadap  layanan  jasa  perbankan  syariah (LPPS, 2005).   

Dalam kebijakan ini dijelaskan  bahwa bank umum konvensional yang telah membuka unit usaha syariah (dual banking system) dapat mengajukan permohonan kepada  Bank Indonesia untuk membuka layanan  syariah di  kantor bank  umum  konvensional  baik  kantor  cabang  atau  kantor  cabang  pembantu.

Selain itu ada peraturan lain yang mengatur Office Channeling yaitu Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 2 /POJK.03/2016 tentang Pengembangan Jaringan Kantor Perbankan Syariah Dalam Rangka Stimulus Perekonomian Nasional Bagi Bank, dijelaskan pada Pasal 10 dan 11 sebagai berikut :

Pasal 10. Layanan Syariah Bank yang selanjutnya disingkat LSB adalah kegiatan penghimpunan Dana dan/atau pemberian jasa perbankan lainnya berdasarkan prinsip syariah, tidak termasuk kegiatan penyaluran Dana, yang dilakukan di jaringan Kantor Bank Umum Konvensional untuk dan atas Nama Bank Umum Syariah.

Pasal 11. Layanan Syariah yang selanjutnya disingkat LS adalah kegiatan penghimpunan Dana, pembiayaan, dan/atau pemberian jasa perbankan lainnya berdasarkan Prinsip Syariah yang dilakukan di jaringan Kantor Bank Umum Konvensional untuk dan atas Nama KC Unit Usaha Syariah pada bank yang sama.
Pada bagian C dari POJK tersebut ditambahkan kebijakan bagi Unit Usaha Syariah berupa:
1.    Perluasan jenis Kantor Bank Umum Konvensional yang dapat     melakukan kegiatan LS.
2.   Kemudahan persyaratan pembukaan LS terkait wilayah kerja KC induk LS.
3.    Perluasan Cakupan layanan kegiatan Kas Mobil dan/atau
4.    Penurunan biaya investasi dalam perhitungan alokasi Modal Inti untuk pembukaan jaringan Kantor.

Pada POJK No. 2 /POJK.03/2016, istilah Office Channeling disebut sebagai: LSB (Layanan Syariah Bank).

Dengan  pengaturan ini  diharapkan  dapat  menjawab keluhan  masyarakat  yang selama ini  mengalami kesulitan  menjangkau kantor bank syariah  karena tempat tinggalnya  berjauhan  dengan  kantor  bank  syariah  atau  untuk  mengakomodir sebagian masyarakat yang ingin melakukan diversifikasi penanaman dana di bank konvensional dan bank syariah. 
.                     

2.1.3             Tujuan Office Channeling


Kebijakan office channeling ini  dimaksudkan untuk mengarahkan aktivitas perbankan agar mampu menunjang pertumbuhan ekonomi nasional melalui kegiatan perbankan syariah.Penerapan office channeling, akan semakin memudahkan masyarakat melakukan transaksi syariah. Dengan kata lain, akses terhadap lokasi bank syariah yang selama ini menjadi kendala akan dapat teratasi, karena selama ini masyarakat yang mau bertransaksi dengan bank syariah mengalami kesulitan karena belum banyak bank syariah yang beroperasi di Indonesi. Dengan office channneling kendala tersebut bisa teratasi.

Kebijakan  sistem  office  channeling  di  Indonesia  memungkinkan  perluasan layanan berbasis prinsip syariah tanpa memerlukan pembukaan kantor baru atau pengubahan status UUS menjadi BUS. Pembukaan kantor baru atau pengubahan status UUS menjadi BUS memerlukan kekuatan finansial yang sangat besar. Hal ini tidak mungkin dilakukan dalam waktu yang sangat singkat. Melalui kebijakan office channeling ini maka bank umum konvensional yang memiliki UUS dapat memanfaatkan  jaringan  yang telah  ada  sebagai  basis layanan  transaksi syariah kepada publik yang lebih luas. Dalam hal inilah kita dapat mengasumsikan bahwa kebijakan office channeling lebih memproduktifkan pengumpulan DPK pada pihak UUS daripada BUS. Alasannya adalah kemudahan dan keluasan jangkauan yang telah dimiliki oleh bank umum konvensional (induk UUS).

Jika asumsi tersebut terbukti benar, maka keputusan spin off suatu  bank dari UUS  menjadi  BUS  dapat  memperlambat  laju  pertumbuhan  DPK  perbankan syariah, karena BUS hasil spin off tidak dapat lagi menggunakan akses yang sangat luas, yang dimiliki oleh bank  induk konvensionalnya. Dengan status BUS  yang baru, ia hanya dapat memanfaatkan kantor-kantor yang dimilikinya saja. Apabila ia akan memperluas jaringan usaha, maka ia harus mempersiapkan kekuatan finansial dengan mempertimbangkan aspek efektifitas dan studi kelayakan usaha.

Selain itu, Office Channeling mengarahkan pelayanan jasa bank syariah sebagai layanan universal atau bank bagi semua lapisan masyarakat dan semua segmen sesuai dengan strategi masing-masing bank syariah sebagai program pengembangan produk yang diarahkan kepada variasi produk yang beragam yang didukung oleh keunikan value yang ditawarkan (saling menguntungkan) dan  dukungan jaringan kantor yang luas agar dapat dijangkau oleh masyarakat luas.

Office Channeling juga merupakan program peningkatan kualitas layanan yang didukung oleh SDM yang kompeten dan penyediaan teknologi informasi yang mampu memenuhi kebutuhan dan kepuasan nasabah serta mampu mengkomunikasikan produk dan jasa bank syariah kepada nasabah secara benar dan jelas, dengan tetap memenuhi prinsip syariah melalui program sosialisasi dan edukasi masyarakat secara lebih luas dan efisien melalui berbagai sarana komunikasi langsung, maupun tidak langsung (media cetak, elektronik, online/web-site), yang bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang kemanfaatan produk serta jasa perbankan syariah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

2.1.4             Bank yang telah melakukan Kegiatan Office Channeling.


           Layanan Syariah (Office Channeling) telah banyak dilakukan
           Oleh Bank-Bank yang memiliki Unit Usaha Syariah Bank
           Permata Syariah merupakan Bank yang pertama kali
           melaksanakan Office Channeling. Pada tahap awal pelaksanaan
           Office Channeling Bank Permata Syariah melakukan secara
           bertahap kepada Cabang-cabang Utama di Jakarta, Surabaya dan
           Medan. Penerapan Office Channeling sangat membutuhkan
           pelaksanaan sosialisasi Produk syariah kepada Sales Force,
           Customer Service, team Operation di Cabang-cabang                  
           Konvensional. Penjelasan perbedaan produk dan benefit  
          Syariah dengan produk konvensional, pembukuan produksi dan
          tidak kalah penting adalah KPI (Key Performance Indicator)
          bagi masing-masing Individu, agar performance individu
          terekam secara rinci dan terukur.
                
         Dengan pemberian target Produksi bagi Tenaga pemasar Bank
         Konvensional untuk menjual Bank Syariah, sangat membantu
         percepatan penjualan produk Syariah.


Untuk melaksanakan Transaksi Office Channeling, Bank harus ada Kantor cabang dulu di setiap Kota atau propinsi. Office channeling yang memungkinkan nasabah membuka rekening dan bertransaksi syariah di bank konvensional. Namun transaksi yang dilakukan di bank konvensional harus dilaporkan kepada bank syariah. Dalam pelaksanaan office channeling tidak harus harus menempatkan orang syariah. Bank wajib menyelenggarakan training untuk staf bank konvensional untuk melaksanakan Office Channeling.

             BNI Syariah melaksanakan Office Channeling, dimana dalam  
             Pelaksanaannya program Office Channeling ini ditujukan
             kepada Individual dan atau perusahaan yang loyal terhadap
             syariah, namun di lingkungan terdekatnya tidak ada Bank
             Syariah. Layanan Syariah (Office Channeling) BNI Syariah
             ini memiliki beberapa tujuan, yaitu :
  1. Sebagai kegiatan penghimpunan Dana melalui (Tabungan Syariah  Plus; Tabungan Haji Indonesia, Deposito Mudharobah; Giro Wadiah), 
  2. Membuka peluang bagi Bank Syariah Konvensional untuk                   menjalankan bisnis syariah, Memanfaatkan peluang bagi Bank Syariah untuk memberikan pelayanan nasabah Perbankan syariah melalui cabang konvensional, Layanan Syariah (Office Channeling)  ditujukan untuk kemajuan dan perkembangan Perbankan syariah. 
  3. Selain bisa mendorong pertumbuhan Perbankan Syariah dari sisi funding, pola office channeling juga memunculkan tantangan  tersendiri bagi para banker untuk penempatan dananya pada Sektor dan skim yang halal.   

        Namun bukan tidak mungkin perbankan Syariah akan kewalahan
        menyalurkan DPK ke pembiayaan apabila DPK yang diperoleh
        terlalu besar jumlahnya. Hal kedua yang harus  diwaspadai
        adalah Office channeling ini harus benar-benar sesuai syariah,
        jangan sampai terkontaminasi praktek perbankan yang
        diharamkan oleh syariat.                 

Bank syariah bisa membuka Kantor mengikuti induknya (office channeling) tanpa harus menyisihkan modal inti. Direktur Risiko dan Kepatuhan BNI Syariah, Acep R. Jayaprawira, menyampaikan, biaya investasi office channeling lebih murah 70% - 80% dibandingkan membuka kantor cabang sendiri. "Jadi kami memanfaatkan outlet BNI induk untuk memperluas jaringan kami. Lebih efisien dan pasarnya juga sudah jelas," kata Acep. Catatan saja, biaya mendirikan cabang mencapai Rp 1 miliar per kantor.(Kontan, Kamis 11April 2013)



2.2.        Produk Perbankan Syariah melalui Office Channeling

2.2.1              Produk yang dipasarkan melalui Office Channeling


Pada awal dijalankan Office Channeling sejak dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia (PBI) no 8./3/2006, dan PBI 2 perluasan  yaitu Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/7/PBI/2007,  produk yang dipasarkan lebih kepada Produk-produk DPK (Dana Pihak ke tiga) atau produk Funding Syariah. Hal ini dimungkinkan karena proses sosialisasi Produk kepada seluruh lini tenaga penjual dicabang-cabang memerlukan waktu dan upaya yang tidak gampang untuk dapat menjelaskan dan mensosialisasikan produk funding syariah melalui Office Channeling.

Namun seiring berkembangnya waktu dan permintaan pasar Akan produk syariah sesuai kebutuhan masyarakat, produk pembiayaan mulai dipasarkan melalui cabang-cabang layanan Office Channeling. Cabang-cabang Office channeling yang menjual Pembiayaan ini biasanya hanya memberikan referensi kepada Kantor Pusat Unit Usaha Syariah, dimana nantinya proses, follow up lanjutannya Akan dilakukan oleh AO Pembiayaan Unit Syariah. Hal ini dimungkinkan agar nasabah lebih jelas, lebih confident, mengingat untuk Produk Pembiayaan Syariah ini diperlukan penjelasan lebih spesifik terkait uniqueness produk nya agar tidak missselling dan pembukuan pembiayaan ini biasanya langsung dibukukan di Kantor Pusat Unit Usaha Syariah Bank tsb. Cabang Layanan Office Channeling tetap mendapat KPI atas booking pembiayaan Syariah yang diajukan melalui Cabangnya.


BNI Syariah tahun 2010 melakukan spin off dan beroperasi sebagai Bank Umum Syariah (BUS) sehingga resmi menjadi anak usaha BNI. Saat ini BNI Syariah memiliki 49 Kantor Cabang, 96 Kantor Cabang Pembantu, 17 Kantor Kas, 22 Mobil Layanan Gerak dan 23  Payment Point dan 18 Kantor Cabang Mikro, disamping itu nasabah juga dapat menikmati layanan syariah di Kantor Cabang BNI Konvensional (office channeling) dengan lebih kurang 1.500 outlet yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. BNI Syariah menawarkan beragam produk pembiayaan dan tabungan yang sesuai dengan prinsip Syariah

  CIMB Niaga mencatat pertumbuhan signifikan pada bisnis kredit pemilikan rumah (KPR) syariah. Bisnis pembiayaan perumahan ini mencatat persentase pertumbuhan 80 persen menjadi Rp 400 miliar pada Agustus 2011 dari posisi sebelumnya sekitar Rp 200 miliar.

Menurut Head of Consumer Lending CIMB Niaga, Laksmi Mustikaningrat, KPR Syariah memang menjadi alternatif produk yang dicari nasabah. “Bahkan, peningkatannya secara growth lebih baik dari konvensional yang hanya 20 persen,” katanya (Zonekis.com edisi 21 September 2011)

Tetapi sayangnya, KPR Syariah baru bisa dijual aktif di Kantor cabang syariah unit usaha syariah (UUS) CIMB Niaga saja. Hingga kini, produk ini belum dijual melalui office channeling yakni Kantor cabang konvensional.

Edukasi kepada para pekerja konvensional untuk memasarkan produk ini masih harus secara kontinyu dilakukan, karena banyaknya terdapat istilah-istilah syariah seperti akad yang berbeda dengan tata cara konvensional.

2.2.2             Perluasan Layanan Office Channeling

 

Salah satu amanat dari UU No.13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, adanya pengalihan dana haji dari bank konvensional kepada bank syariah. Ketentuan ini dinilai sebagai potensi yang baik bagi perbankan syariah untuk mengembangkan sektor keuangan syariah di Indonesia. Pemerintah pun menindaklanjuti amanat dari UU Penyelenggaraan Ibadah Haji tersebut. Tindaklanjut yang dilakukan pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) dengan menerbitkan Peraturan Menteri Agama (Permenag) No. 30 Tahun 2013 tentang Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji. Aturan tersebut menjelaskan mengenai mekanisme peralihan dana haji dari bank konvensional kepada bank syariah.
 

          Namun, ada permasalahan yang tersisa dari amanat Permenag tersebut. Persoalan tersebut diperolehnya setelah bertemu dengan sejumlah perwakilan perbankan konvensional yang memiliki pengelolaan dana haji, dari catatan yang dimiliki, ada sekitar 17 bank syariah yang akan menerima pengalihan dana haji tersebut. Meski begitu, tak semua bank syariah dapat memperoleh pengalihan dana haji.

Salah satu amanat dari UU No. 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, adanya pengalihan dana haji dari bank konvensional kepada bank syariah. Ketentuan ini dinilai sebagai potensi yang baik bagi perbankan syariah untuk mengembangkan sektor keuangan syariah di Indonesia. Pemerintah pun menindaklanjuti amanat dari UU Penyelenggaraan Ibadah Haji tersebut.

Tindaklanjut yang dilakukan pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) dengan menerbitkan Peraturan Menteri Agama (Permenag) No. 30 Tahun 2013 tentang Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji. Aturan tersebut menjelaskan mengenai mekanisme peralihan Dana haji dari bank konvensional kepada bank syariah.(https://haji.kemenag.go.id/v3/node/1251, edisi Rabu 17 April 2013)

Ada sekitar 17 bank syariah menerima pengalihan Dana haji tersebut. Meski begitu, tak semua bank syariah dapat memperoleh pengalihan Dana haji, karena masih terdapat beberapa masalah seperti adanya Perbankan Konvensional yang tidak memiliki Unit Usaha Syariah di tiap Propinsi, sehingga bias menyulitkan perbankan Konvensional untuk mengalihkan Dana Haji ke UUS-nya.

Dengan aturan OJK terkait Office Channeling untuk Dana Haji memungkinkan bank konvensional yang tak memiliki unit usaha syariah di tiap provinsi bisa mengalihkan dana hajinya.

Surat Edaran (SE) mengenai office channeling tsb, membolehkan UUS  membuka kantor cabang induk di enam kantor regional OJK. Kantor regional pertama adalah DKI Jakarta yang mencakup Jabodetabek, Banten, Lampung dan seluruh provinsi di Kalimantan. Kantor regional kedua Bandung yang mencakup wilayah tugas di provinsi Jawa Barat.

Ketiga, Kantor regional Surabaya yang mencakup wilayah tugas provinsi Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara. Kantor regional keempat di Semarang yang mencakup wilayah provinsi Jawa Tengah dan Yogyakarta. Kantor regional Medan yang mencakup wilayah tugas Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Sumsel, Riau, Jambi, Bengkulu dan Kepulauan Riau. Dan keenam kantor regional Makasar yang mencakup wilayah tugas Kota Jayapura, Ambon, Manado, Palu  dan Kendari. -

       Setelah membuka kantor cabang induk di enam kantor regional OJK tersebut, bank konvensional yang tak memiliki UUS di tiap provinsi itu bisa melaksanakan layanan penarikan Dana Pihak Ketiga (DPK) untuk ibadah haji dengan menggunakan layanan bank konvensionalnya di masing-masing provinsi, dimaksudkan agar nasabah tidak berpindah-pindah Bank
.( Hukum Online.com Edisi Rabu 23 April 2014)



  2. Analisa Penjualan Produk Perbankan Syariah melalui  

      Office Channeling.

 

      2.1  Sosialisasi dan pengetahuan Masyarakat terkait Office   

             Channeling


Bank Syariah  dikembangkan  sebagai solusi atas  sistem ekonomi yang sedang berjalan selama ini dalam menghadapi permasalahan ekonomi yang semakin banyak dan komplek. Praktik dan prinsip kerja syariah tentunya dilandasi oleh nilai-nilai Islam yang terkandung di dalam Al-Qur’an, Hadits, dan sumber-sumber hukum Islam lainnya.

Karena informasi keilmuan yang terbatas, masyarakat masih banyak yang menyamakan bank syariah dan bank konvensional secara mikro dan sempit. Masyarakat (publik) masih banyak yang belum mengerti betapa sistem bunga, membawa dampak yang sangat mengerikan bagi keterpurukan ekonomi dunia.

Karena itu sistem syariah harus dibangun secara bertahap. Jadi, syarat utama, keberhasilan office channelling bank-bank syariah adalah edukasi dan sosialisasi.Jika masyarakat masih menganggap sama bank syariah dengan bank konvensional, itu berarti, masyarakat belum faham tentang ilmu moneter syariah, dan ekonomi makro syariah tentang interest, dampaknya terhadap inflasi, produksi, unemployment, juga belum faham tentang prinsip, filosofi, konsep dan operasional bank syari’ah.

Menggunakan pendekatan rasional sempit melalui iklan yang floating (mengambang) hanya menciptakan custumer yang rapuh dan mudah berpindah-pindah. Maka perlu menggunakan pendekatan rasional komprehensif, yaitu pendekatan yang menggabungkan antara pendekatan rasional, moral dan spiritual.Pendekatan rasional adalah meliputi pelayanan yang memuaskan, tingkat bagi hasil dan margin yang bersaing, kemudahan akses dan fasilitas.

Pendekatan moral adalah penjelasan rasional tentang dampak sistem ribawi bagi ekonomi negara, bangsa dan masyarakat secara agregat, bahkan ekonomi dunia. Maka secara moral, tanpa memandang agama, semua orang akan terpanggil untuk meninggalkan sistem riba.

Pendekatan spiritual adalah pendekatan emosional keagaaman karena sistem dan label syariah. Pendekatan ini cocok bagi mereka yang taat menjalankan agama, atau masyarakat yang loyal kepada aplikasi syariah.  Upaya membangun pasar spiritual yang loyal masih perlu dilakukan, agar sharenya terus meningkat. Semakin gencar sosialissi membangun pasar spiritual, maka semakin tumbuh dan meningkat asset bank-bank syariah.

Selain persoalan edukasi dan sosialisasi, masalah yang harus diperhatikan pelaku perbankan adalah masalah keterampilan SDM di bank konvensional yang membuka office channeling.  Coorporate culture  bank syariah juga harus menjadi perhatian praktisi perbankan yang membuka sistem office channeling ini.

Kembali kepada urgensi gerakan edukasi dan sosialisasi bank syariah, jika dilihat dari gerakan dan program sosialisasi yang dilakukann oleh Bank Indonesia, ternyata program sosialisasi masih sangat minim. Menurut laporan akhir tahun Bank Indonesia 2006, kegiatan sosialisasi oleh Bank Indonesia sepanjang tahun 2006 hanyalah 51 kali. Sebuah upaya yang sangat minim mengingat besarnya jumlah penduduk Indonesia. Idealnya dalam setahun bisa dilakukan minimal 5 juta kali sosialisasi dalam setahun, bukan 51 kali. Asumsinya, jumlah masjid di Indonesia sekitar 600.000 buah.
Jika dalam setahun hanya 1 kali sosialisasi di tiap masjid, maka dibutuhkan 600.000 kali sosialisasi. Ingat di masjid-masjid tidak cukup hanya sekali sosialisasi., minal 3 atau 4 kali sosialisasi,agar pemahaman jamaah benar-benar mendalam, bukan sekedar kulit. Belum termasuk sosialisasi terhadap 600.000 ustaz/ulamanya. Untuk mentraining para ulama minimal dibutuhkan 6.000 kali sosialisasi, dengan asumsi setiap sosialiasi dihadiri 100 peserta. Setiap sosilisasi memakan waktu 3 hari. Belum lagi sosialisasi terhadap pesantren yang jumlahnya mencapai 15.000. buah yang tersebar di Indonesia. Jika dalam setahun hanya dilakukan 1 kali kegiatan sosialisasi, maka dibutuhkan 15.000 kali sosialisasi.

Sosialisasi juga harus dilakukan kepada seluruh Perguruan Tinggi, tidak saja kepada fakultas ekonomi dan fakultas syariah tetapi juga ke seluruh civitas akademika, biro rektor dan sebagainya. Jumlah secara keseluruhan  juga tidak kurang dari 15.000.-. Demikian pula kepada seluruh sekolah Madrasah Aliyah, Tsnawiyah, MAN, dan SMU. Jumlahnya lebih dari 50.000 sekolah. Demikian pula kepada aparat pemerintah di setiap kecamatan, kabupaten kota, para pegawai di dinas-dinas pemerintah, DPRD, instansi departemen di tingkat propinsi dan kabupaten kota. Sosialisasi juga mutlak dilakukan berkali-kali dalam setahun kepada majlis talim ibu-ibu yang tersebar di seluruh Indonesia. Ingat hampir di setiap desa dan kelurahan terdapat majlis ta’lim ibu-ibu, Jumlahnya ratusan ribu majlis ta’lim ibu-ibu.

Belum lagi kelompok KBIH (Kelompok Bimbingan Ibadah Haji).  Bahkan tidak mustahil sosialisasi kepada sekolah SD dan TK, agar bank syariah lebih dkenal sejak awal. Berdasarkan kebutuhan akan sosialisassi tersebut, maka tidak aneh jika saat ini dibutuhkan 5 juta kali sosialisasi oleh para ahli dan atau ustaz yang terlatih. Iklan di televisi, radio memang dibutuhkan, numun sosialisasinya tidak mendalam dan siginifikan mencerdaskan umat Islam yang mendengarnya. Maka di samping iklan media massa, diperlukan edukasi langsung kepada masyarakat.

            Perlu menjadi catatan, bahwa  Bank Indonenia tidak boleh merasa bahwa sosialisasi yang dilakukannya sudah terlalu banyak. Ini kesalahan yang sangat fatal. Sosialisasi yang dilakukan Bank Indonesia bagaikan setetes air di tengah sungai yang besar, hampir tidak berpengaruh bagi masyarakat secara signifikan, maka tidak aneh jika sejak beberapa tahun terakhir market share bank shariah masih kecil.

 Indonesia adalah bangsa yang besar dan negara yang luas. Penduduknya lebih dari 200 juta. Maka edukasi bank syariah mustahil dilakukan sendirian oleh Bank Indonesia dan PKES yang dibentuknya, ditambah promosi bank-bank syariah. Upaya-upaya promosi dan sosialisasi itu masih sangat kecil dan terbatas. Ratusan juta (sebagian besar) umat Islam Indonesia belum mengerti tentang sistem perbankan syariah. Puluhan ribu ulama yang berkhutbah di mesjid belum menyampaikan materi ekonomi syariah secara rasional, ilmiah, bernash agama dan meyakinkan umat. Ratusan ribu mesjid masih sepi dari topik ekonomi ekonomi syariah, karena para ustadnya tidak mengerti (bahkan tidak yakin) pada keunggulan bank syariah. Malah masih terlalu banyak ulama yang berpandangan dangkal bahkan miring tentang perbankan syariah.

Selama ini pendekatan sosialisasi belum utuh dan integratif, masih parsial dan tidak tuntas, sehingga virus keraguan para ulama dan masyarakat tidak hilang. Senjata sosialisi belum ampuh menaklukkan ilmu para ulama, akademisi dan tokoh agama.  Maka diperlukan modul dan materi yang telah terbukti ampuh berhasil merubah paradigma ulama dan myakinkan mereka secara rasional, ilmiah, tajam dan disertai pendekatan ilmu-ilmu syariah itu sendiri.

Jika orang Bank Indonesia memberikan sosialisasi kepada para ulama pesantren, maka ulama bisa saja menolak berdasarkan ilmu ushul fiqh atau disiplin ilmu syariah lainnya. Sebaliknya jika ulama pesantren yang sosilisasi, juga tidak cukup karena tidak ada informasi ilmiah yang dilekatkan kepada syariah. Para ulama menggangap bahwa para bankir dari Bank Indonesia tidak ahli dalam tafsir ayat-ayat al-quran, hadits, ilmu ushul fiqh, tarikh tastri’ dan sebagainya. Karena itu, pendekatan kepada ulama haruslah melalui pendekatan ilmu-ilmu syariah sendiri ditambah ilmu-ilmu moneter dan perbankan secara utuh.

2.3.2       Analisa Distribusi Penjualan Produk Perbankan Syariah 

           melalui Office Channeling.


Saat ini market share (pangsa pasar) perbankan syariah baru sekitar 6% persen dari total asset perbankan secara nasional. Dengan office channeling, target yang dipasang Bank Indonesia dalam blueprint, seharusnya Akan terlampaui pada tahun 2019. Tetapi sejak tahun office channeling diluncurkan, tanda-tanda quantum growing (loncatan pertumbuhan) perbankan syariah sudah mulai terlihat. Sampai semester pertama tahun 2018, market share perbankan syariah seakan masih jalan di tempat, berkisar antara 5.9 persen sampai dengan 6 persen  (arroud 5% - 6% Trap)

Kebijakan office  channeling ini  juga  dimaksudkan  untuk  mengarahkan  aktivitas perbankan   agar   mampu   menunjang   pertumbuhan   ekonomi   nasional   melalui kegiatan perbankan syariah.   Penerapan office   channeling,   akan   semakin memudahkan masyarakat melakukan transaksi syariah. Dengan kata lain, kendala terhadap  lokasi  Bank  Syariah  yang  selama  ini  menjadi  masalah  akan  dapat teratasi,  karena  selama  ini  masyarakat  ingin  menabung  dengan  Bank  Syariah mengalami  kesulitan karena  belum  banyak  Bank  Syariah  yang  beroperasi  di Indonesia.

Dengan office   channeling kendala   tersebut   bisa   teratasi.  Dengan semakin  mudahnya  masyarkat  mendapatkan  akses  layanan  perbankan  syariah, diperkirakan  pertumbuhan  bank  syariah  akan  semakin  besar  secara  signifikan. Sehingga   pangsa   pasar   perbankan   syariah   terdapat   perbankan   nasional   bisa meningkat pula (Ade Candra Kusuma, 2007).

Adanya kantor layanan syariah di cabang cabang bank konvensional secara nyata mendorong pertumbuhan nasabah perbankan syariah di unit usaha syariah bank tersebut. Empat puluh persen (40%) nasabah yang datang ke cabang konvensional yang ada kantor layanan syariah merasa tertarik dengan sistem perbankan syariah. Sayangnya, hanya dua persen (2%) dari mereka yang benar-benar membuka rekening syariah. (http://www.syakirsula.com).

Bank Indonesia dalam laporan perkembangan perbankan syariah tahun 2006 menyatakan kebijakan office channeling ini difokuskan pada upaya pemberian ruang gerak untuk menyediakan produk dan jasa perbankan syariah. Dengan penerapan kebijakan office channeling ini diharapkan bank lebih efisien dalam memperluas jaringan layanan dan sekaligus mempercepat volume usahanya. Dan dilihat dari sisi kelembagaannya, sepanjang tahun 2006 jaringan kantor perbankan syariah mengalami peningkatan secara signifikan. Hal ini ditandai dengan dioperasikannya 456 kantor cabang bank konvensional, untuk memberikan layanan syariah (office channeling), terutama sejak pertengahan 2006 dan hingga saat ini pada akhir 2010 jumlah kantor bank umum syariah dan UUS 1447 serta layanan syariah (Office channeling ) sebanyak 1277 lokasi.

Pengetahuan masyarkat terhadap kemudahan layanan yang diberikan oleh perbankan syariah melalui office channeling akan mempengaruhi sikap mereka untuk melakukan sebuah pilihan atau tindakan masyarkat untuk minat untuk menabung diperbankan syariah. (Notoatmojo 2003).

Office channeling akan mendongkrak pertumbuhan industri perbankan syariah secara signifikan dan jelas apabila dilakukan gerakan edukasi dan sosialisasi yang dilakukan secara optimal.(Agustianto (2008)  

Bank dengan prinsip syariah  menjadi salah satu faktor pendorong yang mempengaruhi minat masyarakat memilih perbankan syariah. Maka hal tersebut seharusnya juga menjadi kekuatan yang menyebabkan nasabah berminat terhadap jasa perbankan syariah. Dilandasi oleh faktor agama dan pengetahuan tentang perbankan syariah khususnya pengetahuan tentang layanan office channeling di perbankan yang memberikan kemudahan kepada nasabah untuk mendapatkan produk syariah atau memudahkan menjangkau layanan perbankan dengan system syariah akan mendorong ketertarikan nasabah untuk mendapatkan produk syariah. Dengan dilaksanakannya sistem Office Channeling, di tahun 2008 DPK Perbankkan Syariah mengalami peningkatan sebesar 13 % dari tahun sebelumnya. (Hairiennisa Rohaya, 2008).


2.3.3   Logo IB sebagai Penananda Kantor Cabang Melayani Layanan Perbankan Syariah.


iB (dibaca ai-Bi) adalah singkatan dari Islamic Banking dan dipopulerkan sebagai penanda identitas bersama industri perbankan syariah di Indonesia yang diresmikan sejak 2 Juli 2007. Penggunaan identitas bersama ini bertujuan agar masyarakat dengan mudah dan cepat mengenali tersedianya layanan jasa perbankan syariah di seluruh Indonesia.

 Logo iB merupakan penanda identitas industri perbankan syariah di Indonesia, yang merupakan kristalisasi dari nilai-nilai utama sistem perbankan syariah yang modern, transparan, berkeadilan, seimbang dan beretika yang selalu mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan kemitraan. Dengan semakin banyaknya bank yang menawarkan produk dan jasa perbankan syariah, kehadiran logo iB akan memudahkan masyarakat untuk mengenali secara cepat dan menemukan kelebihan layanan perbankan syariah untuk kebutuhan transaksi keuangannya.

Jadi iB perbankan syariah itu bukan merujuk kepada nama bank tertentu. iB merefleksikan kebersamaan seluruh bank-bank syariah di Indonesia untuk melayani seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Sampai April 2015 ada 12 bank umum syariah, 22 unit usaha syariah, 162 bank pembiayaan rakyat syariah dengan total kantor 2.891 unit di seluruh Indonesia.

Selain itu, ada 1.894 kantor cabang bank konvensional yang menyediakan layanan syariah (office channeling) yang siap melayani semua lapisan masyarakat di seluruh Indonesia. Jadi, semakin mudah dan nyaman kan mendapatkan layanan jasa perbankan syariah.

Sebagaimana mudahnya masyarakat mengenali logo Visa atau Master Card untuk layanan kartu kredit di semua merchant yang memasang logo tersebut di pintu masuk atau di meja kasir. Logo iB (ai-Bi) merupakan penanda identitas industri perbankan syariah di Indonesia, yang merupakan kristalisasi dari nilai-nilai utama sistem perbankan syariah yang modern, transparan, berkeadilan, seimbang dan
beretika yang selalu mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan kemitraan. Dengan semakin banyaknya bank yang menawarkan produk dan jasa perbankan syariah, kehadiran logo iB (ai-Bi) akan memudahkan masyarakat untuk mengenali secara cepat dan menemukan kelebihan layanan perbankan syariah untuk kebutuhan transaksi keuangannya. (Majalah MySharing Edisi 30 Juni 2015).


2.3.4   Kelemahan Sistim Office Channeling /Layanan Syariah Bank.


              Pelaksanaan Layanan Office Channeling terbukti dapat mempercepat pertumbuhan Perbankan Syariah karena Masyarakat dapat dengan mudah menemukan Kantor-kantor Cabang yang melayani Layanan Perbankan Syariah. Namun beberapa hal yang masih menjadi kelemahan, keterbatasan yang diperlukan untuk dilakukan perbaikan, perubahan, penyempurnaan secara terus menerus adalah :
1.    Sistem IT, Technology, Akuntansi dan Administrasi yang betul-betul harus disempurnakan, diyakini dan dipastikan bahwa secara pembukuan benar-benar terpisah, tidak tercampur atau dipastikan tidak ada terjadi percampuran harta Bank Konvensional dan Syariah.

2.    Pelatihan, Training SDM yang melayani Layanan Office Channeling/Dual Banking harus benar-benar dilakukan secara berkesinambungan, pelatihan khusus yang terus menerus agar mereka tidak saja dapat menerangkan Uniqueness produk yang ditawarkan, tetapi juga memiliki kemampuan menjelaskan produk dan Layanan Syariah secara jelas dan baik sebagaimana SDM  Cabang Bank Syariah BUS atau UUSnya.

3.    Nuansa Islami yang dihadirkan pada Layanan Syariah Office Channeling terkadang tidak dialami oleh nasabah, karena seringkali mereka masih dilayani oleh Personel Bank yang masih menggunakan Seragam dengan Rok Pendek, tidak berhijab, atau menggunakan seragam yang tidak Syar’i. Hal ini menjadi catatan khusus bagi nasabah apalagi mereka yang termasuk nasabah Type Fundamentalis.

4.    Apabila Layanan Syariah dilakukan oleh Cabang-cabang Konvensional dimana komitmen seluruh lini pada perusahaan belum maksimal, berakibat pada buruknya layanan syariah pada cabang-cabang Office Channeling, ini akan berdampak buruk kepada nasabah yang  merasa kecewa dengan layanan Office Channeling. 

5.    Belum  memadainya  peraturan  tentang  pelaksaan  layanan syariah dicabang-cabang Office Channeling  khususnya   dalam   hal  pengawasan   layanan   syariah,   sehingga   pelaksana pengawasan belum secara tegas bertindak apabila terjadi penyimpangan.

6.    Dewan Pengawas Syariah yang ditempatkan pada Bank-bank Syariah harus memiliki komitmen yang tinggi dan secara rutin memeriksa Bank yang diawasinya, serta memastikan proses transaksi di Bank tsb telah sesuai prinsip Syariah.


3.1.        KESIMPULAN


Lahirnya Bank Syariah ditujukan untuk mencapai dan mewujudkan kesejahteraan umat secara luas dunia dan akhirat. Dengan mengacu pada tujuan utama ini, istilah Maqashid Syariah menjadi sandaran utama dalam setiap pengembangan operasional dan produk-produk yang ada di bank syariah. Oleh karena itu, semua pihak yang bekerja dalam bidang perbankan syariah harus bisa memahami betul apa dan bagaimana praktik dari prinsip maqashid syariah.
Imam Asy-Syatibi menjelaskan ada 5 (Lima) bentuk Maqashid Syariah, atau yang biasa di sebut “kuliyyat al khamsa” (lima prinsip umum). Kelima maqashid tersebut yaitu:
1.  Hifdzu Din (melindungi agama)
2.  Hifdzu Nafs (melindungi jiwa)
3.  Hifdzu Aql (melindungi akal)
4.  Hifdzu Mal (melindungi harta)
5.  Hifdzu Nasab (melindungi nasab)

Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa maqashid syariah dapat dicapai dengan terpenuhinya kelima kebutuhan dasar manusia tersebut. Begitu juga dalam sistem ekonomi yang hendak dibangun.
Pengembangan Bank Syariah melalui Office Channeling merupakan upaya percepatan untuk bisa melindungi Agama, melindungi Harta dan lebih luas lagi maqashid Syariah.
Sistem ekonomi dikatakan sukses berjalan apabila bisa mensejahterakan masyarakatnya dan masyarakat dikatakan sejahtera apabila kebutuhan dasarnya tersebut terpenuhi. Jadi, sistem ekonomi beserta institusi-institusinya harus bisa mengupayakan hal ini untuk mencapai tujuan utamanya, yaitu social welfare.

Berbagai jenis pembiayaan yang ditawarkan oleh perbankan syariah sebenarnya sangat mendukung kegiatan ekonomi dan industri. Tujuan dan fungsi ekonomi syariah adalah kemakmuran ekonomi yang meluas, keadilan sosial ekonomi dan distribusi pendapatan serta kekayaan yang merata.

3.2.        Saran


Dengan Peraturan Bank Indonesia No.8/3/2006, Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 9/7/PBI/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/3/PBI/2006, UU No. 13 Tahun 2008 tentang pengalihan Dana haji dari bank konvensional kepada bank syariah. , Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 2 /POJK.03/2016 tentang Pengembangan Jaringan Kantor Perbankan Syariah Dalam Rangka Stimulus Perekonomian Nasional Bagi Bank dan perubahan istilah Office Channeling disebut sebagai: LSB (Layanan Syariah Bank),  membuktikan bahwa otoritas terkait  concern dalam percepatan tumbuhnya Perbankan Syariah di Indonesia, namun peraturan dan endorsement saja tidak cukup, diperlukan beberapa stimulan penunjang agar pertumbuhan Perbankan Syariah tidak dalam posisi 5% trap terus menerus, yaitu :

1.  Sosialisasi terkait Perbankan Syariah, Uniqueness produk dan               benefitnya   harus terus dilakukan secara terus menerus dan simultan agar masyarakat dapat terus terupdate dan tersosialisasi secara top down sehingga informasi terkait Perbankan syariah ini dapat juga diterima sampai masyarakat bawah sekalipun.

2.  Sistem IT, Technology, Akuntansi dan Administrasi harus  betul-betul disempurnakan, diyakini dan dipastikan bahwa secara pembukuan benar-benar terpisah, tidak tercampur atau dipastikan tidak ada terjadi percampuran harta Bank Konvensional dan Syariah.

3.  Layanan dan Produk Syariah harus mampu bersaing dan betul-betul produk yang dibutuhkan oleh masyarakat dan  dirasakan manfaatnya.

4.  Dilengkapinya Perangkat Kerja, SDM yang kompeten, kelengkapan Peraturan  tentang  pelaksaan  layanan syariah dicabang-cabang Office Channeling  khususnya   dalam   hal  pengawasan   layanan   syariah,   sehingga   pelaksana pengawasan dapat secara tegas bertindak apabila terjadi penyimpangan.

5.Pengawas Syariah dalam hal ini Dewan Pengawas Syariah yang mengawasi Operasional, Produk, dan Layanan Perbankan Syariah harus mereka yang kompeten yang memiliki ilmu perbankan yang memadai, sehingga bisa memberikan koreksi, arahan dan perbaikan agar operasional perbankan syariah tidak melanggar dan berjalan sesuai prinsip Syariah.

6. Terus dicetak para professional di bidang bisnis keuangan syariah yang saat ini jauh tertinggal dari ekonomi ribawi yang sudah jelas dilarang oleh agama Islam sehingga dapat meningkatkan kapasitas ekonomi syariah.

7.  Komitmen dari Pemerintah, Stake Holder Perusahaan, secondary Support, dalam memajukan Office Channeling atau LSB (Layanan Syariah Bank) yang pada akhirnya akan mempercepat pertumbuhan Perbankan Syariah.

8.  Bantuan dari Asosiasi, Lembaga diluar Perbankan untuk memberikan support dan dukungannya dalam perkembangan dan kemajuan Perbankan Syariah.

----------------------------------------------------------------------------------