ANALISA DISTRIBUSI PERBANKAN SYARIAH
MELALUI OFFICE CHANNELING
Bank yang
dikenal luas oleh Masyarakat adalah suatu Lembaga resmi dibawah pengawasan BI/
Pemerintah yang berfungsi mengumpulkan Dana masyarakat dalam bentuk Dana Pihak
ketiga (Giro, Tabungan, Deposito) dan menyalurkan Dana tersebut kepada
masyarakat yang membutuhkan melalui fasilitas Kredit/ Pembiayaan.
Bank Syariah yang
mulai dikenal oleh masyarakat Indonesia pada kisaran tahun 1990-an, mulai
dilirik oleh masyarakat, sebagai alternative bagi masyarakat yang ingin
bertransaksi perbankan sesuai prinsip Syariah yang bebas dari Riba, Maysir dan
Gharar.
Karakteristik sistem perbankan
syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil memberikan
alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank,
serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika,
mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan
menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan menyediakan
beragam produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan
yang lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem perbankan
yang kredibel dan dapat dinimati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia
tanpa terkecuali.
Adalah bank
Muamalat, Bank umum pertama di Indonesia yang menerapkan prinsip Syariah Islam
dalam menjalankan operasionalnya. Didirikan pada tahun 1991, yang diprakarsai
oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah Indonesia. Mulai beroperasi
pada tahun 1992, yang didukung oleh cendekiawan Muslim dan pengusaha, serta
masyarakat luas. Pada tahun 1994, telah menjadi Bank Devisa.
Saat ini Bank
Muamalat memberikan layanan melalui 312 gerai yang tersebar di 33 provinsi,
didukung jaringan lebih dari 3.800 Kantor Pos Online/SOPP di seluruh Indonesia,
serta merupakan bank syariah yang telah membuka cabang luar negeri, yaitu di
Kuala Lumpur, Malaysia.
Perkembangan
selanjutnya Perbankan Konvensional yang memiliki Unit Syariah, dimana untuk
merespond potensi market Perbankan Syariah yang begitu luas, tentunya memerlukan waktu yang cukup lama dan modal
yang tidak sedikit untuk membangun kantor-kantor Cabang dan perangkat penunjang
dalam menjalankan transaksi dan operasional perbankan Syariah.
Office Chanelling
merupakan Solusi Perbankan Syariah agar bisa cepat berkembang dan masyarakat
dapat lebih mudah mendapatkan layanan perbankan Syariah, utamanya bagi Unit
Unit Usaha Perbankan Syariah yang tidak memiliki Kantor Cabang, atau hanya
memiliki beberapa Kantor Cabang saja.
Office Channeling merupakan
inovasi dan terobosan baru yang bisa dibilang spektakuler bagi pengembangan
industri perbankan syariah di Indenesia. Kebijakan office channeling juga
dimaksudkan untuk meningkatkan akses masyarakat kepada jasa perbankan syariah.
Dengan sistem baru ini bank syariah tidak perlu lagi membuka cabang UUS di
banyak tempat dalam memberikan pelayanan perbankan syariah. Sehingga biaya
ekspansi jauh lebih efisien.
Perbaikan dan
penyempurnaan lebih lanjut dari system Office Channeling ini merupakan upaya
kita bersama dalam rangka memajukan Perbankan Syariah di Indonesia, kita jangan
terpaku kepada kekurangan dari model distribusi ini, tapi bagaimana kita bisa
memberi masukan untuk perbaikan dalam rangka penyempurnaan Layanan Keuangan
Syariah di Indonesia.
2.1. Office Channeling
2.1.1 Pengertian Office Channeling
Office Channeling merupakan istilah yang digunakan BI untuk menggambarkan
penggunaan Kantor bank umum (konvensional) dalam melayani transaksi-transaksi
dengan skim syariah, dengan syarat bank bersangkutan telah memiliki UUS.
Bank seperti Bank BNI Syariah, BRI Syariah, Bank Permata Syariah, Bank CIMB
Niaga Syariah, Bank OCBC NISP Syariah, Bank DKI Syariah, Bank Sumut Syariah,
dan lain- lain, apabila masyarakat akan
menabung dan mendepositokan uangnya sesuai Prinsip Syariah, masyarakat bisa
datang ke bank konvensional yang memiliki UUS tersebut, sehingga tidak harus
datang ke kantor cabang bank syariah.
Menurut pasal 1 ayat 20 Peraturan Bank Indonesia No.8/3/2006 menerangkan
bahwa: " Layanan Syariah adalah kegiatan penghimpunan Dana yang dilakukan
di Kantor cabang dan atau dibawah Kantor cabang untuk dan atas Nama Kantor
Cabang Syariah pada Bank yang Sama"
Maulana Ibrahim (Deputi Gubernur BI waktu itu) menyebutkan bahwa yang
dimaksud dengan Office channeling adalah sebagai salah satu Cara memperbesar
pangsa pasar bank syariah. Selain itu, pola ini juga mempermudah nasabah
mengakses layanan perbankan syariah karena mereka bisa datang ke Kantor bank
konvensional untuk membuka rekening syariah. Cara ini memang diusulkan untuk
mengatasi kelangkaan outlet layanan bank syariah di Indonesia. Syarat Office
Channelling adalah Kantor bank konvensional terletak di satu daerah dengan Kantor
cabang syariah dari UUS. (Jurnal Hendro Wibowo Edisi Jumat 18 Juli 2008)
Dalam buku Laporan Perkembangan Perbankan Syariah Indonesia Tahun 2005 yang
diterbitkan Bank Indonesia menyebut Layanan Syariah dengan Syariah Office
Channelling, diartikan sebagai mekanisme kerjasama kegiatan penghimpunan dana
antara kantor cabang syariah sebagai induk dengan kantor bank konvensional bank
yang sama dalam kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk giro, tabungan, dan
atau deposito.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa Office Channelling atau Layanan Syariah
adalah suatu kebijakan yang dikeluarkan
oleh Bank Indonesia, dimana Bank Konvensional yang telah memilliki Unit Usaha
Syariah (UUS) dapat menerapkan transaksi syariah dalam upayanya menghimpun dana
masyarakat untuk tujuan peningkatan dana pihak ketiga, yaitu dengan memperluas
akses layanan syariah.
Ketentuan tentang Office Channeling ini diatur dalam Peraturan Bank
Indonesia (PBI) No.8/3/PBI/2006 tentang kebijakan Office Channeling (pembukaan
outlet unit syariah). Dalam Perkembangannya kemudian diberlakukan Peraturan
Bank Indonesia (PBI) No. 9/7/PBI/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank
Indonesia (PBI) No. 8/3/PBI/2006 Tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum
Konvensional Menjadi Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan
Prinsip Syariah dan Pembukaan Kantor Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha
Berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum.
2.1.2 Regulasi terkait Office Chnanneling
Beberapa hal
yang harus dilakukan dalam upaya untuk
memperkuat perbankan syariah, adalah meningkatkan performa dan profesionalitas
sumber daya manusia bank syariah, memperluas jaringan perbankan syariah hingga
ke daerah-daerah terpencil, adanya upaya dan dukungan dari pemerintah melalui
kebijakan-kebijakannya untuk mendukung dan memperkuat perbankan syariah
Cetak biru
perbankan syariah BI menargetkan pangsa pasar bank syariah mencapai 5 % pada akhir tahun 2008. Untuk itu pemerintah berupa
kebijakan yang mendukung upaya untuk mengembangkan bank syariah. Melalui Bank
Indonesia, pemerintah melanjutkan berbagai penyempurnaan baik dari sisi
regulasi maupun sistem pengawasan.
Dalam
peraturan PBI No.8/3/2006 tentang Layanan Syariah yang kemudian disebut dengan
Office Channelling (OC), yaitu perubahan kegiatan usaha bank konvensional
menjadi bank syariah dan pembukaan kantor syariah oleh bank konvensional,
dengan kata lain cabang bank konvensional yang telah memiliki UUS (Unit Usaha
Syariah) diperbolehkan menerapkan layanan syariah. Dalam PBI No.9/2006 yang
merupakan revisi PBI No.8/3/2006 Layanan Syariah adalah kegiatan penghimpunan
dana, pembiayaan dan pemberian jasa perbankan lainnya berdasarkan prinsip
syariah yang dilakukan di Kantor Cabang dan atau di Kantor Cabang Pembantu,
untuk dan atas nama Kantor Cabang Syariah pada Bank yang sama.
Istilah
office channelling sendiri tak terdapat satupun dalam PBI No.8 Tahun 2006, yang
ada hanya tentang Layanan Syariah (LS). LS dapat dibuka dalam satu wilayah
propinsi dengan Kantor Cabang Syariah (KCS) Induknya, dengan menggunakan pola
kerjasama antara KCS dengan KC dan atau KC Pembantu (KCP), atau dengan
menggunakan sumber daya manusia sendiri Bank yang telah memiliki pengetahuan
mengenai produk dan operasional Bank Syariah. Selanjutnya Layanan Syariah wajib
memiliki pembukuan yang terpisah dari KC dan atau KC Pembantu, menggunakan
standar akuntansi keuangan yang berlaku bagi perbankan syariah, dan laporan
keuangan LS wajib digabungkan dengan laporan keuangan Kantor Cabang Syariah
(KCS) induknya pada hari yang sama.
Layanan
syariah melalui kebijakan office chanelling tersebut tertuang dalam peraturan
Bank Indonesia (PBI) no 8./3/2006. Pada Bab 1 pasal 1 ayat 20 menjelaskan bahwa layanan syariah merupakan kegiatan penghimpunan
dana yang dilakukan oleh kantor cabang dan atau kantor dibawah kantor cabang
untuk dan atas nama Kantor Cabang syariah pada Bank yang sama. Jadi nasabah
atau masyarakat tidak perlu lagi mencari-cari cabang syariah, tetapi cukup
datang ke kantor cabang konvensional di bank yang bersangkutan.
Dasar hukum Office Channelling bukan hanya terdapat dalam Peraturan
Bank Indonesia No.8/3/2006 tetapi operasional Office Channelling juga
didasarkan pada Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) tentang bunga (interest/fa'idah)
pasal 3 angka 2 yang menyatakan: "Untuk wilayah yang belum ada kantor atau
jaringan Lembaga Keuangan Syariah, diperbolehkan melakukan kegiatan transaksi
di lembaga keuangan konvensional berdasarkan prinsip dharurat/hajat".
(PKES; 2006)
Kebijakan
mengenai layanan syariah atau
office chaneling mengalami
perluasan dengan diterbitkannya
Peraturan Bank Indonesia
Nomor 9/7/PBI/2007 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/3/PBI/2006. Perluasan yang dimaksud pada PBI tersebut Layanan syariah atau office
chaneling diperluas tidak hanya disatu
wilayah kerja kantor BI, tetapi mencakup
wilayah kerja provinsi. Hal ini bisa memberi ruang yang lebih leluasa kepada UUS untuk mengembangkan
usaha. Selain perluasan
wilayah, cakupan kerja unit usaha
syariah juga diperluas tidak hanya
melakukan kegiatan penghimpunan
dana tapi kewenangannya
diperluas dengan melakukan
seluruh transaksi perbankan
yaitu penghimpunan dan penyaluran
dana serta melaksanakan jasa
perbankan syariah lainnya. Bank konvensional
yang induknya memiliki UUS
juga diwajibkan mencantumkan
logo industri perbankan
syariah di setiap kantornya.
Peraturan ini
merupakan rangkaian Kebijakan Akselerasi Pengembangan
Perbankan Syariah 2007-2008 yang
ditujukan untuk mencapai pangsa pasar perbankan syariah sebesar 5% pada akhir
tahun 2008 dengan tetap mempertahankan prinsip kehati-hatian dan kepatuhan terhadap prinsip
syariah. Untuk melaksanakan
kebijakan ini, ditentukanlah enam
pilar pekerjaan utama, yaitu:
(1) Penguatan kelembagaan bank syariah,
(2) Pengembangan produk bank syariah,
(3) Intensifikasi
edukasi publik dan aliansi mitra
strategis,
(4) Peningkatan peranan
pemerintah dan penguatan
kerangka
hukum bank syariah,
(5) Penguatan sumber daya manusia bank syariah, dan
(6) Penguatan pengawasan bank syariah (BI, 2006)
Alasan
diterbitkannya peraturan ini adalah karena peraturan yang sebelumnya telah
berlaku mengenai pelayanan bank syariah oleh bank umum konvensional hanya memperbolehkan bank
dalam bentuk kantor cabang syariah, kantor cabang pembantu syariah, dan unit
syariah. Peraturan tersebut belum dapat menyediakan akses yang
optimal bagi masyarakat
terhadap layanan jasa
perbankan syariah (LPPS,
2005).
Dalam
kebijakan ini dijelaskan bahwa bank umum
konvensional yang telah membuka unit usaha syariah (dual banking system) dapat
mengajukan permohonan
kepada Bank Indonesia untuk membuka
layanan syariah di kantor bank
umum konvensional baik
kantor cabang atau
kantor cabang pembantu.
Selain itu ada peraturan lain yang mengatur Office Channeling yaitu Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan No. 2 /POJK.03/2016 tentang Pengembangan Jaringan Kantor
Perbankan Syariah Dalam Rangka Stimulus Perekonomian Nasional Bagi Bank,
dijelaskan pada Pasal 10 dan 11 sebagai berikut :
Pasal 10. Layanan Syariah Bank yang selanjutnya disingkat LSB adalah kegiatan
penghimpunan Dana dan/atau pemberian jasa perbankan lainnya berdasarkan prinsip
syariah, tidak termasuk kegiatan penyaluran Dana, yang dilakukan di jaringan Kantor
Bank Umum Konvensional untuk dan atas Nama Bank Umum Syariah.
Pasal 11. Layanan Syariah yang selanjutnya disingkat LS adalah kegiatan
penghimpunan Dana, pembiayaan, dan/atau pemberian jasa perbankan lainnya
berdasarkan Prinsip Syariah yang dilakukan di jaringan Kantor Bank Umum
Konvensional untuk dan atas Nama KC Unit Usaha Syariah pada bank yang sama.
Pada bagian C dari POJK tersebut ditambahkan kebijakan bagi Unit Usaha
Syariah berupa:
1.
Perluasan jenis Kantor Bank
Umum Konvensional yang dapat melakukan kegiatan LS.
2.
Kemudahan persyaratan
pembukaan LS terkait wilayah kerja KC induk LS.
3.
Perluasan Cakupan layanan
kegiatan Kas Mobil dan/atau
4.
Penurunan biaya investasi
dalam perhitungan alokasi Modal Inti untuk pembukaan jaringan Kantor.
Pada POJK No. 2 /POJK.03/2016, istilah Office Channeling disebut sebagai:
LSB (Layanan Syariah Bank).
Dengan pengaturan ini diharapkan
dapat menjawab keluhan
masyarakat yang selama ini mengalami kesulitan menjangkau kantor bank syariah karena tempat tinggalnya berjauhan
dengan kantor bank
syariah atau untuk
mengakomodir sebagian masyarakat yang ingin melakukan diversifikasi
penanaman dana di bank konvensional dan bank syariah.
.
2.1.3 Tujuan Office Channeling
Kebijakan office channeling ini dimaksudkan untuk mengarahkan aktivitas
perbankan agar mampu menunjang pertumbuhan ekonomi nasional melalui kegiatan
perbankan syariah.Penerapan office channeling, akan semakin memudahkan
masyarakat melakukan transaksi syariah. Dengan kata lain, akses terhadap lokasi
bank syariah yang selama ini menjadi kendala akan dapat teratasi, karena selama
ini masyarakat yang mau bertransaksi dengan bank syariah mengalami kesulitan
karena belum banyak bank syariah yang beroperasi di Indonesi. Dengan office
channneling kendala tersebut bisa teratasi.
Kebijakan
sistem office channeling
di Indonesia memungkinkan
perluasan layanan berbasis prinsip syariah tanpa memerlukan pembukaan
kantor baru atau pengubahan status UUS menjadi BUS. Pembukaan kantor baru atau
pengubahan status UUS menjadi BUS memerlukan kekuatan finansial yang sangat
besar. Hal ini tidak mungkin dilakukan dalam waktu yang sangat singkat. Melalui
kebijakan office channeling ini maka bank umum konvensional yang memiliki UUS
dapat memanfaatkan jaringan yang telah
ada sebagai basis layanan
transaksi syariah kepada publik yang lebih luas. Dalam hal inilah kita
dapat mengasumsikan bahwa kebijakan office channeling lebih memproduktifkan
pengumpulan DPK pada pihak UUS daripada BUS. Alasannya adalah kemudahan dan
keluasan jangkauan yang telah dimiliki oleh bank umum konvensional (induk UUS).
Jika asumsi tersebut terbukti benar, maka keputusan
spin off suatu bank dari UUS menjadi
BUS dapat memperlambat
laju pertumbuhan DPK
perbankan syariah, karena BUS hasil spin off tidak dapat lagi
menggunakan akses yang sangat luas, yang dimiliki oleh bank induk konvensionalnya. Dengan status BUS yang baru, ia hanya dapat memanfaatkan
kantor-kantor yang dimilikinya saja. Apabila ia akan memperluas jaringan usaha,
maka ia harus mempersiapkan kekuatan finansial dengan mempertimbangkan aspek
efektifitas dan studi kelayakan usaha.
Selain itu, Office Channeling mengarahkan
pelayanan jasa bank syariah sebagai layanan universal atau bank bagi semua
lapisan masyarakat dan semua segmen sesuai dengan strategi masing-masing bank
syariah sebagai program pengembangan produk yang diarahkan kepada variasi
produk yang beragam yang didukung oleh keunikan value yang ditawarkan (saling
menguntungkan) dan dukungan jaringan kantor yang luas agar dapat
dijangkau oleh masyarakat luas.
Office Channeling juga
merupakan program peningkatan kualitas layanan yang didukung oleh SDM yang
kompeten dan penyediaan teknologi informasi yang mampu memenuhi kebutuhan dan
kepuasan nasabah serta mampu mengkomunikasikan produk dan jasa bank syariah
kepada nasabah secara benar dan jelas, dengan tetap memenuhi prinsip syariah
melalui program sosialisasi dan edukasi masyarakat secara lebih luas dan
efisien melalui berbagai sarana komunikasi langsung, maupun tidak langsung
(media cetak, elektronik, online/web-site), yang bertujuan untuk memberikan
pemahaman tentang kemanfaatan produk serta jasa perbankan syariah yang dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat.
2.1.4 Bank yang telah melakukan Kegiatan Office Channeling.
Layanan Syariah (Office Channeling)
telah banyak dilakukan
Oleh Bank-Bank yang memiliki Unit Usaha
Syariah Bank
Permata Syariah merupakan Bank yang
pertama kali
melaksanakan Office Channeling. Pada
tahap awal pelaksanaan
Office Channeling Bank Permata
Syariah melakukan secara
bertahap kepada Cabang-cabang Utama
di Jakarta, Surabaya dan
Medan. Penerapan Office Channeling sangat
membutuhkan
pelaksanaan sosialisasi Produk
syariah kepada Sales Force,
Customer Service, team Operation di
Cabang-cabang
Konvensional. Penjelasan perbedaan
produk dan benefit
Syariah dengan produk konvensional,
pembukuan produksi dan
tidak kalah penting adalah KPI (Key
Performance Indicator)
bagi masing-masing Individu, agar
performance individu
terekam secara rinci dan terukur.
Dengan pemberian target Produksi bagi
Tenaga pemasar Bank
Konvensional untuk menjual Bank Syariah,
sangat membantu
percepatan penjualan produk Syariah.
Untuk melaksanakan Transaksi
Office Channeling, Bank harus ada Kantor cabang dulu di
setiap Kota atau propinsi. Office channeling yang memungkinkan nasabah membuka
rekening dan bertransaksi syariah di bank konvensional. Namun transaksi yang
dilakukan di bank konvensional harus dilaporkan kepada bank syariah. Dalam
pelaksanaan office channeling tidak harus harus menempatkan orang syariah. Bank wajib menyelenggarakan training untuk staf bank
konvensional untuk melaksanakan Office
Channeling.
BNI Syariah melaksanakan Office
Channeling, dimana dalam
Pelaksanaannya program Office
Channeling ini ditujukan
kepada Individual dan atau
perusahaan yang loyal terhadap
syariah, namun di lingkungan
terdekatnya tidak ada Bank
Syariah. Layanan Syariah (Office
Channeling) BNI Syariah
ini memiliki beberapa tujuan, yaitu :
- Sebagai kegiatan penghimpunan Dana melalui (Tabungan Syariah Plus; Tabungan Haji Indonesia, Deposito Mudharobah; Giro Wadiah),
- Membuka peluang bagi Bank Syariah Konvensional untuk menjalankan bisnis syariah, Memanfaatkan peluang bagi Bank Syariah untuk memberikan pelayanan nasabah Perbankan syariah melalui cabang konvensional, Layanan Syariah (Office Channeling) ditujukan untuk kemajuan dan perkembangan Perbankan syariah.
- Selain bisa mendorong pertumbuhan Perbankan Syariah dari sisi funding, pola office channeling juga memunculkan tantangan tersendiri bagi para banker untuk penempatan dananya pada Sektor dan skim yang halal.
Namun
bukan tidak mungkin perbankan Syariah akan kewalahan
menyalurkan DPK ke pembiayaan apabila
DPK yang diperoleh
terlalu besar jumlahnya. Hal kedua yang
harus diwaspadai
adalah Office channeling ini harus
benar-benar sesuai syariah,
jangan sampai terkontaminasi praktek
perbankan yang
diharamkan oleh syariat.
Bank syariah bisa membuka Kantor
mengikuti induknya (office channeling) tanpa harus menyisihkan modal inti. Direktur
Risiko dan Kepatuhan BNI Syariah, Acep R. Jayaprawira, menyampaikan, biaya
investasi office channeling lebih murah 70% - 80% dibandingkan membuka kantor
cabang sendiri. "Jadi kami memanfaatkan outlet BNI induk untuk memperluas
jaringan kami. Lebih efisien dan pasarnya juga sudah jelas," kata Acep.
Catatan saja, biaya mendirikan cabang mencapai Rp 1 miliar per kantor.(Kontan, Kamis 11April 2013)
2.2. Produk Perbankan Syariah melalui Office Channeling
2.2.1 Produk yang dipasarkan melalui Office Channeling
Pada awal dijalankan Office
Channeling sejak dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia
(PBI) no 8./3/2006, dan PBI 2 perluasan
yaitu Peraturan Bank Indonesia Nomor
9/7/PBI/2007, produk yang dipasarkan lebih kepada
Produk-produk DPK (Dana Pihak ke tiga) atau produk Funding Syariah. Hal ini
dimungkinkan karena proses sosialisasi Produk kepada seluruh lini tenaga
penjual dicabang-cabang memerlukan waktu dan upaya yang tidak gampang untuk
dapat menjelaskan dan mensosialisasikan produk funding syariah melalui Office
Channeling.
Namun seiring berkembangnya
waktu dan permintaan pasar Akan produk syariah sesuai kebutuhan masyarakat,
produk pembiayaan mulai dipasarkan melalui cabang-cabang layanan Office
Channeling. Cabang-cabang Office channeling yang menjual Pembiayaan ini
biasanya hanya memberikan referensi kepada Kantor Pusat Unit Usaha Syariah,
dimana nantinya proses, follow up lanjutannya Akan dilakukan oleh AO Pembiayaan
Unit Syariah. Hal ini dimungkinkan agar nasabah lebih jelas, lebih confident, mengingat untuk Produk
Pembiayaan Syariah ini diperlukan penjelasan lebih spesifik terkait uniqueness produk nya agar tidak
missselling dan pembukuan pembiayaan ini biasanya langsung dibukukan di Kantor
Pusat Unit Usaha Syariah Bank tsb. Cabang Layanan Office Channeling tetap
mendapat KPI atas booking pembiayaan Syariah yang diajukan melalui Cabangnya.
BNI Syariah tahun 2010 melakukan
spin off dan beroperasi sebagai Bank Umum Syariah (BUS) sehingga resmi menjadi
anak usaha BNI. Saat ini BNI Syariah memiliki 49 Kantor Cabang, 96 Kantor
Cabang Pembantu, 17 Kantor Kas, 22 Mobil Layanan Gerak dan 23 Payment Point dan 18 Kantor Cabang Mikro,
disamping itu nasabah juga dapat menikmati layanan syariah di Kantor Cabang BNI
Konvensional (office channeling) dengan lebih kurang 1.500 outlet yang tersebar
di seluruh wilayah Indonesia. BNI Syariah menawarkan beragam produk pembiayaan
dan tabungan yang sesuai dengan prinsip Syariah
CIMB
Niaga mencatat pertumbuhan signifikan pada bisnis kredit pemilikan rumah (KPR)
syariah. Bisnis pembiayaan perumahan ini mencatat persentase pertumbuhan 80
persen menjadi Rp 400 miliar pada Agustus 2011 dari posisi sebelumnya sekitar
Rp 200 miliar.
Menurut Head of Consumer
Lending CIMB Niaga, Laksmi Mustikaningrat, KPR Syariah memang menjadi
alternatif produk yang dicari nasabah. “Bahkan, peningkatannya secara growth
lebih baik dari konvensional yang hanya 20 persen,” katanya (Zonekis.com edisi
21 September 2011)
Tetapi sayangnya, KPR Syariah
baru bisa dijual aktif di Kantor cabang syariah unit usaha syariah (UUS) CIMB
Niaga saja. Hingga kini, produk ini belum dijual melalui office channeling
yakni Kantor cabang konvensional.
Edukasi kepada para pekerja
konvensional untuk memasarkan produk ini masih harus secara kontinyu dilakukan,
karena banyaknya terdapat istilah-istilah syariah seperti akad yang berbeda
dengan tata cara konvensional.
2.2.2 Perluasan Layanan Office Channeling
Salah satu amanat dari UU No.13 Tahun 2008
tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, adanya pengalihan dana haji dari bank
konvensional kepada bank syariah. Ketentuan ini dinilai sebagai potensi yang
baik bagi perbankan syariah untuk mengembangkan sektor keuangan syariah di
Indonesia. Pemerintah pun menindaklanjuti amanat dari UU Penyelenggaraan Ibadah
Haji tersebut. Tindaklanjut
yang dilakukan pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) dengan
menerbitkan Peraturan Menteri Agama (Permenag)
No. 30 Tahun 2013 tentang Bank Penerima Setoran Biaya
Penyelenggaraan Ibadah Haji. Aturan tersebut menjelaskan mengenai mekanisme
peralihan dana haji dari bank konvensional kepada bank syariah.
Namun, ada permasalahan yang tersisa dari amanat Permenag tersebut. Persoalan tersebut diperolehnya setelah bertemu dengan sejumlah perwakilan perbankan konvensional yang memiliki pengelolaan dana haji, dari catatan yang dimiliki, ada sekitar 17 bank syariah yang akan menerima pengalihan dana haji tersebut. Meski begitu, tak semua bank syariah dapat memperoleh pengalihan dana haji.
Salah satu amanat dari UU
No. 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, adanya
pengalihan dana haji dari bank konvensional kepada bank syariah. Ketentuan ini
dinilai sebagai potensi yang baik bagi perbankan syariah untuk mengembangkan
sektor keuangan syariah di Indonesia. Pemerintah pun menindaklanjuti amanat
dari UU Penyelenggaraan Ibadah Haji tersebut.
Tindaklanjut yang dilakukan
pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) dengan menerbitkan Peraturan
Menteri Agama (Permenag)
No. 30 Tahun 2013 tentang Bank Penerima Setoran Biaya
Penyelenggaraan Ibadah Haji. Aturan tersebut menjelaskan mengenai mekanisme
peralihan Dana haji dari bank konvensional kepada bank syariah.(https://haji.kemenag.go.id/v3/node/1251, edisi Rabu 17 April 2013)
Ada sekitar 17 bank syariah
menerima pengalihan Dana haji tersebut. Meski begitu, tak semua bank syariah
dapat memperoleh pengalihan Dana haji, karena masih terdapat beberapa masalah
seperti adanya Perbankan Konvensional yang tidak memiliki Unit Usaha Syariah di
tiap Propinsi, sehingga bias menyulitkan perbankan Konvensional untuk
mengalihkan Dana Haji ke UUS-nya.
Dengan aturan OJK terkait
Office Channeling untuk Dana Haji memungkinkan bank konvensional yang tak
memiliki unit usaha syariah di tiap provinsi bisa mengalihkan dana hajinya.
Surat Edaran (SE) mengenai office
channeling tsb, membolehkan
UUS membuka
kantor cabang induk di enam kantor regional OJK. Kantor regional pertama adalah
DKI Jakarta yang mencakup Jabodetabek, Banten, Lampung dan seluruh provinsi di
Kalimantan. Kantor regional kedua Bandung yang mencakup wilayah tugas di
provinsi Jawa Barat.
Ketiga,
Kantor regional Surabaya yang mencakup wilayah tugas provinsi Jawa Timur, Bali
dan Nusa Tenggara. Kantor regional keempat di Semarang yang mencakup wilayah
provinsi Jawa Tengah dan Yogyakarta. Kantor regional Medan yang mencakup
wilayah tugas Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Sumsel, Riau, Jambi,
Bengkulu dan Kepulauan Riau. Dan keenam kantor regional Makasar yang mencakup
wilayah tugas Kota Jayapura, Ambon, Manado, Palu dan
Kendari. -
Setelah membuka kantor cabang induk di enam kantor regional OJK tersebut, bank konvensional yang tak memiliki UUS di tiap provinsi itu bisa melaksanakan layanan penarikan Dana Pihak Ketiga (DPK) untuk ibadah haji dengan menggunakan layanan bank konvensionalnya di masing-masing provinsi, dimaksudkan agar nasabah tidak berpindah-pindah Bank .( Hukum Online.com Edisi Rabu 23 April 2014)
Setelah membuka kantor cabang induk di enam kantor regional OJK tersebut, bank konvensional yang tak memiliki UUS di tiap provinsi itu bisa melaksanakan layanan penarikan Dana Pihak Ketiga (DPK) untuk ibadah haji dengan menggunakan layanan bank konvensionalnya di masing-masing provinsi, dimaksudkan agar nasabah tidak berpindah-pindah Bank .( Hukum Online.com Edisi Rabu 23 April 2014)
2. Analisa Penjualan Produk Perbankan Syariah melalui
Office Channeling.
2.1 Sosialisasi dan pengetahuan Masyarakat terkait Office
Channeling
Bank Syariah
dikembangkan sebagai solusi atas sistem
ekonomi yang sedang berjalan selama ini dalam menghadapi permasalahan ekonomi
yang semakin banyak dan komplek. Praktik dan prinsip kerja syariah tentunya
dilandasi oleh nilai-nilai Islam yang terkandung di dalam Al-Qur’an, Hadits,
dan sumber-sumber hukum Islam lainnya.
Karena informasi keilmuan yang terbatas, masyarakat
masih banyak yang menyamakan bank syariah dan bank konvensional secara mikro
dan sempit. Masyarakat (publik) masih banyak yang belum mengerti betapa sistem
bunga, membawa dampak yang sangat mengerikan bagi keterpurukan ekonomi dunia.
Karena itu sistem syariah harus dibangun secara
bertahap. Jadi, syarat utama, keberhasilan office channelling bank-bank syariah
adalah edukasi dan sosialisasi.Jika masyarakat masih menganggap sama bank
syariah dengan bank konvensional, itu berarti, masyarakat belum faham tentang
ilmu moneter syariah, dan ekonomi makro syariah tentang interest, dampaknya
terhadap inflasi, produksi, unemployment, juga belum faham tentang prinsip,
filosofi, konsep dan operasional bank syari’ah.
Menggunakan pendekatan rasional sempit melalui iklan
yang floating (mengambang) hanya menciptakan custumer yang rapuh dan mudah
berpindah-pindah. Maka perlu menggunakan pendekatan rasional komprehensif,
yaitu pendekatan yang menggabungkan antara pendekatan rasional, moral dan
spiritual.Pendekatan rasional adalah meliputi pelayanan yang memuaskan, tingkat
bagi hasil dan margin yang bersaing, kemudahan akses dan fasilitas.
Pendekatan moral adalah penjelasan rasional tentang
dampak sistem ribawi bagi ekonomi negara, bangsa dan masyarakat secara agregat,
bahkan ekonomi dunia. Maka secara moral, tanpa memandang agama, semua orang
akan terpanggil untuk meninggalkan sistem riba.
Pendekatan spiritual adalah pendekatan emosional
keagaaman karena sistem dan label syariah. Pendekatan ini cocok bagi mereka
yang taat menjalankan agama, atau masyarakat yang loyal kepada aplikasi
syariah. Upaya membangun pasar spiritual
yang loyal masih perlu dilakukan, agar sharenya terus meningkat. Semakin gencar
sosialissi membangun pasar spiritual, maka semakin tumbuh dan meningkat asset
bank-bank syariah.
Selain persoalan edukasi dan sosialisasi, masalah yang
harus diperhatikan pelaku perbankan adalah masalah keterampilan SDM di bank
konvensional yang membuka office channeling.
Coorporate culture bank syariah
juga harus menjadi perhatian praktisi perbankan yang membuka sistem office
channeling ini.
Kembali kepada urgensi gerakan edukasi dan sosialisasi
bank syariah, jika dilihat dari gerakan dan program sosialisasi yang dilakukann
oleh Bank Indonesia, ternyata program sosialisasi masih sangat minim. Menurut
laporan akhir tahun Bank Indonesia 2006, kegiatan sosialisasi oleh Bank
Indonesia sepanjang tahun 2006 hanyalah 51 kali. Sebuah upaya yang sangat minim
mengingat besarnya jumlah penduduk Indonesia. Idealnya dalam setahun bisa
dilakukan minimal 5 juta kali sosialisasi dalam setahun, bukan 51 kali.
Asumsinya, jumlah masjid di Indonesia sekitar 600.000 buah.
Jika dalam setahun hanya 1 kali sosialisasi di tiap
masjid, maka dibutuhkan 600.000 kali sosialisasi. Ingat di masjid-masjid tidak
cukup hanya sekali sosialisasi., minal 3 atau 4 kali sosialisasi,agar pemahaman
jamaah benar-benar mendalam, bukan sekedar kulit. Belum termasuk sosialisasi
terhadap 600.000 ustaz/ulamanya. Untuk mentraining para ulama minimal
dibutuhkan 6.000 kali sosialisasi, dengan asumsi setiap sosialiasi dihadiri 100
peserta. Setiap sosilisasi memakan waktu 3 hari. Belum lagi sosialisasi
terhadap pesantren yang jumlahnya mencapai 15.000. buah yang tersebar di
Indonesia. Jika dalam setahun hanya dilakukan 1 kali kegiatan sosialisasi, maka
dibutuhkan 15.000 kali sosialisasi.
Sosialisasi juga harus dilakukan kepada seluruh
Perguruan Tinggi, tidak saja kepada fakultas ekonomi dan fakultas syariah
tetapi juga ke seluruh civitas akademika, biro rektor dan sebagainya. Jumlah
secara keseluruhan juga tidak kurang
dari 15.000.-. Demikian pula kepada seluruh sekolah Madrasah Aliyah, Tsnawiyah,
MAN, dan SMU. Jumlahnya lebih dari 50.000 sekolah. Demikian pula kepada aparat
pemerintah di setiap kecamatan, kabupaten kota, para pegawai di dinas-dinas
pemerintah, DPRD, instansi departemen di tingkat propinsi dan kabupaten kota.
Sosialisasi juga mutlak dilakukan berkali-kali dalam setahun kepada majlis
talim ibu-ibu yang tersebar di seluruh Indonesia. Ingat hampir di setiap desa
dan kelurahan terdapat majlis ta’lim ibu-ibu, Jumlahnya ratusan ribu majlis
ta’lim ibu-ibu.
Belum lagi kelompok KBIH (Kelompok Bimbingan Ibadah
Haji). Bahkan tidak mustahil sosialisasi
kepada sekolah SD dan TK, agar bank syariah lebih dkenal sejak awal.
Berdasarkan kebutuhan akan sosialisassi tersebut, maka tidak aneh jika saat ini
dibutuhkan 5 juta kali sosialisasi oleh para ahli dan atau ustaz yang terlatih.
Iklan di televisi, radio memang dibutuhkan, numun sosialisasinya tidak mendalam
dan siginifikan mencerdaskan umat Islam yang mendengarnya. Maka di samping
iklan media massa, diperlukan edukasi langsung kepada masyarakat.
Perlu
menjadi catatan, bahwa Bank Indonenia
tidak boleh merasa bahwa sosialisasi yang dilakukannya sudah terlalu banyak.
Ini kesalahan yang sangat fatal. Sosialisasi yang dilakukan Bank Indonesia
bagaikan setetes air di tengah sungai yang besar, hampir tidak berpengaruh bagi
masyarakat secara signifikan, maka tidak aneh jika sejak beberapa tahun
terakhir market share bank shariah masih kecil.
Indonesia adalah
bangsa yang besar dan negara yang luas. Penduduknya lebih dari 200 juta. Maka
edukasi bank syariah mustahil dilakukan sendirian oleh Bank Indonesia dan PKES
yang dibentuknya, ditambah promosi bank-bank syariah. Upaya-upaya promosi dan
sosialisasi itu masih sangat kecil dan terbatas. Ratusan juta (sebagian besar)
umat Islam Indonesia belum mengerti tentang sistem perbankan syariah. Puluhan
ribu ulama yang berkhutbah di mesjid belum menyampaikan materi ekonomi syariah
secara rasional, ilmiah, bernash agama dan meyakinkan umat. Ratusan ribu mesjid
masih sepi dari topik ekonomi ekonomi syariah, karena para ustadnya tidak mengerti (bahkan tidak yakin) pada keunggulan bank
syariah. Malah masih terlalu banyak ulama yang berpandangan dangkal bahkan
miring tentang perbankan syariah.
Selama ini pendekatan sosialisasi belum utuh dan
integratif, masih parsial dan tidak tuntas, sehingga virus keraguan para ulama
dan masyarakat tidak hilang. Senjata sosialisi belum ampuh menaklukkan ilmu
para ulama, akademisi dan tokoh agama.
Maka diperlukan modul dan materi yang telah terbukti ampuh berhasil
merubah paradigma ulama dan myakinkan mereka secara rasional, ilmiah, tajam dan
disertai pendekatan ilmu-ilmu syariah itu sendiri.
Jika orang Bank Indonesia memberikan sosialisasi kepada
para ulama pesantren, maka ulama bisa saja menolak berdasarkan ilmu ushul fiqh
atau disiplin ilmu syariah lainnya. Sebaliknya jika ulama pesantren yang
sosilisasi, juga tidak cukup karena tidak ada informasi ilmiah yang dilekatkan kepada
syariah. Para ulama menggangap bahwa para bankir dari Bank Indonesia tidak ahli
dalam tafsir ayat-ayat al-quran, hadits, ilmu ushul fiqh, tarikh tastri’ dan
sebagainya. Karena itu, pendekatan kepada ulama haruslah melalui pendekatan
ilmu-ilmu syariah sendiri ditambah ilmu-ilmu moneter dan perbankan secara utuh.
2.3.2 Analisa Distribusi Penjualan Produk Perbankan Syariah
melalui Office Channeling.
Saat ini market share (pangsa
pasar) perbankan syariah baru sekitar 6% persen dari total asset perbankan secara nasional.
Dengan office channeling, target yang dipasang Bank Indonesia dalam blueprint,
seharusnya Akan terlampaui pada tahun 2019. Tetapi
sejak tahun office channeling diluncurkan, tanda-tanda quantum growing (loncatan
pertumbuhan) perbankan syariah sudah mulai terlihat. Sampai semester pertama tahun 2018, market share perbankan syariah seakan masih jalan di
tempat, berkisar antara 5.9 persen sampai dengan
6 persen (arroud
5% - 6% Trap)
Kebijakan office channeling ini juga
dimaksudkan untuk mengarahkan
aktivitas perbankan agar mampu
menunjang pertumbuhan ekonomi
nasional melalui kegiatan perbankan
syariah. Penerapan office channeling,
akan semakin memudahkan masyarakat
melakukan transaksi syariah. Dengan kata lain, kendala terhadap lokasi
Bank Syariah yang
selama ini menjadi
masalah akan dapat teratasi, karena
selama ini masyarakat
ingin menabung dengan
Bank Syariah mengalami kesulitan karena belum
banyak Bank Syariah
yang beroperasi di Indonesia.
Dengan office channeling kendala tersebut
bisa teratasi. Dengan semakin mudahnya
masyarkat mendapatkan akses
layanan perbankan syariah, diperkirakan pertumbuhan
bank syariah akan
semakin besar secara
signifikan. Sehingga pangsa pasar
perbankan syariah terdapat
perbankan nasional bisa meningkat pula (Ade Candra Kusuma,
2007).
Adanya kantor layanan syariah di cabang cabang
bank konvensional secara nyata mendorong pertumbuhan nasabah perbankan syariah
di unit usaha syariah bank tersebut. Empat puluh persen (40%) nasabah yang
datang ke cabang konvensional yang ada kantor layanan syariah merasa tertarik
dengan sistem perbankan syariah. Sayangnya, hanya dua persen (2%) dari mereka
yang benar-benar membuka rekening syariah. (http://www.syakirsula.com).
Bank Indonesia dalam laporan perkembangan
perbankan syariah tahun 2006 menyatakan kebijakan office channeling ini
difokuskan pada upaya pemberian ruang gerak untuk menyediakan produk dan jasa
perbankan syariah. Dengan penerapan kebijakan office channeling ini diharapkan
bank lebih efisien dalam memperluas jaringan layanan dan sekaligus mempercepat
volume usahanya. Dan dilihat dari sisi kelembagaannya, sepanjang tahun 2006
jaringan kantor perbankan syariah mengalami peningkatan secara signifikan. Hal
ini ditandai dengan dioperasikannya 456 kantor cabang bank konvensional, untuk
memberikan layanan syariah (office channeling), terutama sejak pertengahan 2006
dan hingga saat ini pada akhir 2010 jumlah kantor bank umum syariah dan UUS
1447 serta layanan syariah (Office channeling ) sebanyak 1277 lokasi.
Pengetahuan masyarkat terhadap kemudahan
layanan yang diberikan oleh perbankan syariah melalui office channeling akan
mempengaruhi sikap mereka untuk melakukan sebuah pilihan atau tindakan
masyarkat untuk minat untuk menabung
diperbankan syariah. (Notoatmojo
2003).
Office
channeling akan mendongkrak pertumbuhan industri perbankan syariah secara
signifikan dan jelas apabila dilakukan gerakan edukasi dan sosialisasi yang
dilakukan secara optimal.(Agustianto
(2008)
Bank dengan prinsip syariah menjadi salah satu faktor pendorong yang
mempengaruhi minat masyarakat memilih perbankan syariah. Maka hal tersebut seharusnya
juga menjadi kekuatan yang menyebabkan nasabah berminat terhadap jasa perbankan
syariah. Dilandasi oleh faktor agama dan pengetahuan tentang perbankan syariah khususnya
pengetahuan tentang layanan office channeling di perbankan yang memberikan kemudahan
kepada nasabah untuk mendapatkan produk syariah atau memudahkan menjangkau
layanan perbankan dengan system syariah akan mendorong ketertarikan nasabah untuk
mendapatkan produk syariah. Dengan dilaksanakannya sistem Office Channeling, di
tahun 2008 DPK Perbankkan Syariah mengalami peningkatan sebesar 13 % dari tahun
sebelumnya. (Hairiennisa Rohaya, 2008).
2.3.3 Logo IB sebagai Penananda Kantor Cabang Melayani Layanan Perbankan Syariah.
iB (dibaca ai-Bi) adalah singkatan dari
Islamic Banking dan dipopulerkan sebagai penanda identitas bersama industri
perbankan syariah di Indonesia yang diresmikan sejak 2 Juli 2007. Penggunaan
identitas bersama ini bertujuan agar masyarakat dengan mudah dan cepat
mengenali tersedianya layanan jasa perbankan syariah di seluruh Indonesia.
Logo
iB merupakan penanda identitas industri perbankan syariah di Indonesia, yang
merupakan kristalisasi dari nilai-nilai utama sistem perbankan syariah yang
modern, transparan, berkeadilan, seimbang dan beretika yang selalu mengedepankan
nilai-nilai kebersamaan dan kemitraan. Dengan semakin banyaknya bank yang
menawarkan produk dan jasa perbankan syariah, kehadiran logo iB akan memudahkan
masyarakat untuk mengenali secara cepat dan menemukan kelebihan layanan
perbankan syariah untuk kebutuhan transaksi keuangannya.
Jadi iB perbankan syariah itu bukan
merujuk kepada nama bank tertentu. iB merefleksikan kebersamaan seluruh
bank-bank syariah di Indonesia untuk melayani seluruh masyarakat Indonesia
tanpa terkecuali. Sampai April 2015 ada 12 bank umum syariah, 22 unit usaha
syariah, 162 bank pembiayaan rakyat syariah dengan total kantor 2.891 unit di
seluruh Indonesia.
Selain itu, ada 1.894 kantor cabang bank
konvensional yang menyediakan layanan syariah (office channeling) yang siap
melayani semua lapisan masyarakat di seluruh Indonesia. Jadi, semakin mudah dan
nyaman kan mendapatkan layanan jasa perbankan syariah.
Sebagaimana mudahnya masyarakat mengenali
logo Visa atau Master Card untuk layanan kartu kredit di semua merchant yang
memasang logo tersebut di pintu masuk atau di meja kasir. Logo iB (ai-Bi)
merupakan penanda identitas industri perbankan syariah di Indonesia, yang
merupakan kristalisasi dari nilai-nilai utama sistem perbankan syariah yang
modern, transparan, berkeadilan, seimbang dan
beretika
yang selalu mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan kemitraan. Dengan semakin
banyaknya bank yang menawarkan produk dan jasa perbankan syariah, kehadiran
logo iB (ai-Bi) akan memudahkan masyarakat untuk mengenali secara cepat dan
menemukan kelebihan layanan perbankan syariah untuk kebutuhan transaksi
keuangannya. (Majalah MySharing Edisi 30 Juni 2015).
2.3.4 Kelemahan Sistim Office Channeling /Layanan Syariah Bank.
Pelaksanaan Layanan
Office Channeling terbukti dapat mempercepat pertumbuhan Perbankan Syariah
karena Masyarakat dapat dengan mudah menemukan Kantor-kantor Cabang yang
melayani Layanan Perbankan Syariah. Namun beberapa hal yang masih menjadi
kelemahan, keterbatasan yang diperlukan untuk dilakukan perbaikan, perubahan,
penyempurnaan secara terus menerus adalah :
1. Sistem
IT, Technology, Akuntansi dan Administrasi yang betul-betul harus
disempurnakan, diyakini dan dipastikan bahwa secara pembukuan benar-benar terpisah,
tidak tercampur atau dipastikan tidak ada terjadi percampuran harta Bank
Konvensional dan Syariah.
2. Pelatihan,
Training SDM yang melayani Layanan Office Channeling/Dual Banking harus
benar-benar dilakukan secara berkesinambungan, pelatihan khusus yang terus
menerus agar mereka tidak saja dapat menerangkan Uniqueness produk yang ditawarkan, tetapi juga memiliki kemampuan menjelaskan
produk dan Layanan Syariah secara jelas dan baik sebagaimana SDM Cabang Bank Syariah BUS atau UUSnya.
3. Nuansa
Islami yang dihadirkan pada Layanan Syariah Office Channeling terkadang tidak
dialami oleh nasabah, karena seringkali mereka masih dilayani oleh Personel
Bank yang masih menggunakan Seragam dengan Rok Pendek, tidak berhijab, atau
menggunakan seragam yang tidak Syar’i.
Hal ini menjadi catatan khusus bagi nasabah apalagi mereka yang termasuk
nasabah Type Fundamentalis.
4. Apabila
Layanan Syariah dilakukan oleh Cabang-cabang Konvensional dimana komitmen
seluruh lini pada perusahaan belum maksimal, berakibat pada buruknya layanan
syariah pada cabang-cabang Office Channeling, ini akan berdampak buruk kepada
nasabah yang merasa kecewa dengan
layanan Office Channeling.
5. Belum memadainya
peraturan tentang pelaksaan
layanan syariah dicabang-cabang Office Channeling khususnya
dalam hal pengawasan
layanan syariah, sehingga
pelaksana pengawasan belum secara tegas bertindak apabila terjadi
penyimpangan.
6. Dewan
Pengawas Syariah yang ditempatkan pada Bank-bank Syariah harus memiliki
komitmen yang tinggi dan secara rutin memeriksa Bank yang diawasinya, serta
memastikan proses transaksi di Bank tsb telah sesuai prinsip Syariah.
3.1. KESIMPULAN
Lahirnya Bank Syariah ditujukan untuk mencapai dan mewujudkan
kesejahteraan umat secara luas dunia dan akhirat. Dengan mengacu pada tujuan
utama ini, istilah Maqashid Syariah
menjadi sandaran utama dalam setiap pengembangan operasional dan
produk-produk yang ada di bank syariah. Oleh karena itu, semua pihak yang
bekerja dalam bidang perbankan syariah harus bisa memahami betul apa dan
bagaimana praktik dari prinsip maqashid syariah.
Imam Asy-Syatibi menjelaskan ada 5 (Lima) bentuk Maqashid Syariah, atau yang biasa di
sebut “kuliyyat al khamsa” (lima
prinsip umum). Kelima maqashid tersebut yaitu:
1. Hifdzu Din (melindungi agama)
2. Hifdzu Nafs (melindungi jiwa)
3. Hifdzu Aql (melindungi akal)
4. Hifdzu Mal (melindungi harta)
5. Hifdzu Nasab (melindungi nasab)
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa maqashid syariah dapat dicapai dengan
terpenuhinya kelima kebutuhan dasar manusia tersebut. Begitu juga dalam sistem
ekonomi yang hendak dibangun.
Pengembangan Bank Syariah melalui Office Channeling merupakan
upaya percepatan untuk bisa melindungi Agama, melindungi Harta dan lebih luas
lagi maqashid Syariah.
Sistem ekonomi dikatakan sukses berjalan apabila bisa
mensejahterakan masyarakatnya dan masyarakat dikatakan sejahtera apabila
kebutuhan dasarnya tersebut terpenuhi. Jadi, sistem ekonomi beserta
institusi-institusinya harus bisa mengupayakan hal ini untuk mencapai tujuan
utamanya, yaitu social welfare.
Berbagai jenis pembiayaan yang ditawarkan oleh perbankan
syariah sebenarnya sangat mendukung kegiatan ekonomi dan industri. Tujuan dan
fungsi ekonomi syariah adalah kemakmuran ekonomi yang
meluas, keadilan sosial ekonomi dan distribusi pendapatan serta kekayaan yang
merata.
3.2. Saran
Dengan Peraturan Bank Indonesia No.8/3/2006, Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 9/7/PBI/2007 tentang Perubahan Atas
Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/3/PBI/2006, UU No. 13 Tahun 2008 tentang pengalihan Dana haji dari bank konvensional kepada bank
syariah. , Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 2 /POJK.03/2016
tentang Pengembangan Jaringan Kantor Perbankan Syariah Dalam Rangka Stimulus
Perekonomian Nasional Bagi Bank dan perubahan istilah Office Channeling disebut
sebagai: LSB (Layanan Syariah Bank), membuktikan bahwa otoritas terkait concern dalam percepatan tumbuhnya Perbankan
Syariah di Indonesia, namun peraturan dan endorsement saja tidak cukup,
diperlukan beberapa stimulan penunjang agar pertumbuhan Perbankan Syariah tidak
dalam posisi 5% trap terus menerus, yaitu :
1. Sosialisasi terkait Perbankan Syariah,
Uniqueness produk dan benefitnya harus terus dilakukan secara terus menerus
dan simultan agar masyarakat dapat terus terupdate dan
tersosialisasi secara top down sehingga informasi terkait Perbankan syariah ini
dapat juga diterima sampai masyarakat bawah sekalipun.
2. Sistem IT, Technology,
Akuntansi dan Administrasi harus
betul-betul disempurnakan,
diyakini dan dipastikan bahwa secara pembukuan benar-benar terpisah, tidak
tercampur atau dipastikan tidak ada terjadi percampuran harta Bank Konvensional
dan Syariah.
3. Layanan dan
Produk Syariah harus mampu bersaing dan betul-betul produk yang dibutuhkan oleh
masyarakat dan dirasakan manfaatnya.
4. Dilengkapinya Perangkat
Kerja, SDM yang kompeten, kelengkapan Peraturan
tentang pelaksaan layanan syariah dicabang-cabang Office
Channeling khususnya dalam
hal pengawasan layanan
syariah, sehingga pelaksana pengawasan dapat secara tegas
bertindak apabila terjadi penyimpangan.
5.Pengawas
Syariah dalam hal ini Dewan Pengawas Syariah yang mengawasi Operasional,
Produk, dan Layanan Perbankan Syariah harus mereka yang kompeten yang memiliki
ilmu perbankan yang memadai, sehingga bisa memberikan koreksi, arahan dan
perbaikan agar operasional perbankan syariah tidak melanggar dan berjalan
sesuai prinsip Syariah.
6. Terus
dicetak para professional di bidang bisnis keuangan syariah
yang saat ini jauh tertinggal dari ekonomi ribawi yang sudah jelas dilarang
oleh agama Islam sehingga dapat meningkatkan kapasitas ekonomi syariah.
7. Komitmen
dari Pemerintah, Stake Holder Perusahaan, secondary Support, dalam memajukan
Office Channeling atau LSB (Layanan Syariah Bank) yang pada akhirnya akan
mempercepat pertumbuhan Perbankan Syariah.
8. Bantuan dari
Asosiasi, Lembaga diluar Perbankan untuk memberikan support dan dukungannya
dalam perkembangan dan kemajuan Perbankan Syariah.
----------------------------------------------------------------------------------